Friday, December 15, 2006

Kebenaran yang Memerdekakan

Sering kali aku mendengar diriku mengeluh tentang pertobatan. Rasanya sulit sekali untuk bertobat meninggalkan segala keterikatanku atau bahkan ketakutanku. Ya, ketakutkan atau trauma yang sebenarnya membuat aku membangun tembok-tembok disekelilingi yang menghalangi diriku untuk mengenal Allahku lebih jauh.

Sadar atau tidak, aku rasa ketakutan atau trauma masa kecil sering membuat aku kehilangan arti pertobatan, kehilangan kebebasan dan kemerdekaan yang membuat aku tak mampu untuk melepaskan diri dari semua kedosaanku.

Memang benar kalau dikatakan „Kebenaran akan membebaskan engkau“, The truth will set you free kata orang-orang dari barat sana. Ya, kebenaran akan membebaskan aku. Pengetahuan akan sesuatu secara benar akan membebaskan aku dari trauma yang mengekang diriku.

Ini semua menarik perhatianku sejak tadi malam. Sejak aku melihat ibuku melakukan suatu terobosan baru. Melakukan breakthrough dari trauma masa lalu. Melakukan sesuatu yang pasti membuat bangga keluargaku. Dia berani masuk ke kolam renang!!!

Ya, hal yang bagiku mungkin sepele merupakan gunung batu bagi ibuku. Semua hanya karena trauma, ketakutan masa lalu yang membuat Ibuku tidak berani berada di tempat yang penuh dengan air walaupun Ia ditemani serdadu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dengan sedikit malu dan seribu ragu; Ibuku berjalan menuju ke tepi kolam di apartmenku siap dengan pakaian renang istriku.

Setelah aku dan istriku merayu tanpa malu; Ibuku turun ke kolam sambil mengenggam erat tanganku. Untuk beberapa lama Ibuku hanya berani berdiri di tepi kolam sambil memegang erat keramik batu, takut tenggelam katanya.

Aku katakan pada Ibuku; air di kolam dan dalamnya kolam tidak akan membuat kita tenggelam. Suatu kebenaran yang rasanya tidak dapat diterima Ibuku. Tetap saja dia berpegang pada tepi kolam sambil berdiri pucat membisu.

Puji Tuhan akan firmanNya yang hidup. Tak lama kemudian kebenaran itu mulai memerdekakan Ibuku. Ibuku mulai berani bergerak; berjalan; belajar berenang. Haleluyah; suatu terobosan baru bagi Ibuku. Air bukan lagi halangan bagi Ibuku!

Semua ini membuat aku merefleksikan arti pertobatan dalam hidupku. Kejadian Ibuku membuat aku mengerti akan langkah-langkah pertobatan yang dapat memerdekakan hidupku.

Ibuku membuka hati dan mendengar ajakan kebenaran
Ya, kalau bukan karena ajakan istriku untuk berenang mungkin Ibuku tetap hidup dalam ketakutan yang tak menentu. Bagiku inilah langkah pertama suatu pertobatan ilahi; membuka hati untuk menerima kebenaran.

Hal lain yang aku pelajari adalah; kita sebagai umat Tuhan harus aktif ‚mengajak’ dan memperdengarkan kebenaran Tuhan sehingga mereka yang membutuhkan kebenaran itu mampu menerima dan melangkahkan langkah pertama menuju kebenaran yang memerdekakan itu.

Ibuku percaya pada ajakan kebenaran
Ya, kalau bukan karena Ibuku percaya dengan perkataanku bahwa air dan dalamnya kolam tidak dapat menenggelamkan dirinya mungkin Ibuku masih duduk di tepi kolam dengan pakaian renangnya.
Inilah langkah kedua; percaya akan kebenaran yang memerdekakan. Sama halnya seperti suatu pertobatan, aku tidak bisa hanya mendengar dan membuka hati, tetapi aku harus PERCAYA akan kebenaran itu. Bahwa kebenaran itu dapat memerdekakan aku.

Ibuku melangkah masuk ke dalam kolam
Bagiku ini merupakan suatu langkah IMAN. Tidak cukup bagiku untuk hanya percaya pada kebenaran; aku harus melangkan dalam IMAN. Tidak cukup bagi Ibuku hanya percaya; tetapi dia harus melangkah masuk ke dalam kolam.

Sebab setelah Ibuku melakukan langkah Imannya; barulah kebenaran itu dapat membebaskan dirinya dari ketakutan dan keterikatannya.

Ibuku berjalan dan belajar berenang bersamaku
Ya, Langkah IMAN bukan merupakan proses terakhir dari suatu pertobatan; bukan merupakan titik akhir dari suatu terobosan.

Seperti yang aku katakan pada Ibuku, ini merupakan suatu proses. Langkah terakhir ialah belajar dan belajar. Memang benar Ibuku terbebaskan dari ketakutkannya akan air. Suatu terobosan baru yang luarbiasa bagi ibuku, tetapi itu bukan merupakan tujuan final dari kebebasan itu.

Tujuan akhir Ibuku adalah untuk dapat berenang. Sama seperti pertobatan ilahi, aku harus tetap belajar dan belajar untuk tetap dapat bertahan dalam arus di dalam dunia.

Aku harus tetap memfokuskan diriku kepada tujuan Ilahi; tujuan akhir hidup kita di dunia ini yaitu kudus dan berkenan di hadapan Tuhan Sang Pengasih. Dan tentunya aku tidak dapat berjalan sendiri; aku butuh komunitas dan gereja yang membimbingku sehingga kebenaran itu benar benar dapat memerdekakanku.

Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yoh 8: 31-32)

Tuhan memberkati,
Kwang