Monday, September 18, 2006

Tsunami - My Condelences

Shalom,

Tulisan di bawah ini aku tulis pada waktu terjadi Tsunami di tahun 2004 yang lalu; temanku mengingatkan aku kembali akan hal ini. Pertanyaan yang dia ingat sampai sekarang ini katanya.

Semoga anda juga diberkati.

Kwang

Malaysia, 27 Desember 2004

Sampai detik ini disaat aku putuskan untuk berbagi, telah 21.000jiwa tenggelam, hanyut, hilang ditelan ganasnya serangan bumi.Sejak kemarin mataku tak lepas-lepasnya menatap siaran berita CNN dari televisiku, bahkan siang tadi tetap saja aku sibuk membaca berita dari komputerku.

Bumi berguncang, laut menyerang. Beribu-ribunyawa terhilang.Tak banyak yang bisa kupikirkan, terlalu cepat kenyataan menyerang. Ku lihat si ibu di India menangis meraung-raung sambil menggendonganaknya yang telah mati tenggelam. Lalu seorang bapak di Malaysia menangis histeris karena istri dan ke-empat anaknya hilang tertelan gelombang. Belum lagi tourist di Phuket, Thailand yang shock sambil menjawab pertanyaan. Everything happened so fast, you can't even think. And suddenly all are gone. Hanya itu yang dapat ia katakan.

Siang tadi saat chatting dengan temanku di Indonesia, mereka menyatakan bela sungkawa mereka kepada saudara kita di Aceh. Sampai detik ini telah 4500 jiwa dinyatakan meninggal karena serangan sang bumi. Semua ini hanya membuatku berpikir, sambil menangis melihat si ibu yang berteriak mencari keluarganya ke sana kemari.

Ya, semua ini membuat aku berpikir kalau memang benar bahwa manusia itu kecil. Tidak ada yang dapat kita sombongkan dari diri kita yang fana ini. Semua yang kita miliki di dunia ini hanya titipan dari Tuhan yang ilahi. Seperti kalimat yang keluar dari seorang bapak lain di Malaysia yang juga kehilangan 4 anaknya saat berkemah di pantai penang. "Semua hanya titipan Tuhan, detik itu Tuhan ingin membawa mereka kembali. Saya hanya bisa menerima dan merelakan". Tak lama setelah itu ia pun tertunduk menangis.

Sejak kematian Meli, lama aku tidak berhadapan dengan hal seperti ini. Walau 21.000 jiwa tersebut mungkin tidak berkaitan dengan diriku sama sekali. Tapi sekali lagi, itu membuatku berpikir jernih, apa yang aku inginkan dari dunia ini?

Apa yang aku inginkan dari dunia ini sebelum akupun di tenggelamkan oleh serangan sang bumi?.

"Turut berduka cita atas semua korban tsunami, tak ada yang dapat kuberi selain menangis bersama korban yang ditinggal mereka yangdikasihi".

Yang berduka,

Kwang

Definition of Madness

Selesai sudah program trainingku selama 3 hari di akhir minggu yang lalu. Successful Project with PRINCE2 training tepatnya; sebuah training yang diberikan perusahaanku agar kita dapat memimpin sebuah project dengan seksama dan sukses ala certified training bernamakan Prince2.

Salah satu hal yang menggelitik hatiku adalah tentang suatu ungkapan yang dilontarkan oleh sang guru. Seorang onthology (kalau tidak salah merupakan suatu askep dalam sosial dan anthropology), seperti penulis kegemaranku Paulo Coelho. Beliau melontarkan suatu ungkapan yang diam diam aku simpan di dalam hatiku.

The Definition of Madness, is keep doing a same thing with a same way or method but expecting a different results

Tak sadar kalimat tersebut tersimpan dilubuk hatiku. Aku renungkan dan aku hubungkan dengan kegalauan hatiku, dengan keterikatan dosa-dosa yang rasanya sulit sekali aku halau dari hidupku.

Yes, it is madness. Kalau boleh aku katakan, aku mengindap penyakit gila; karena aku mengharapkan suatu hasil yang berbeda walau aku tetap melakukannya dengan cara yang sama. Aku yang selalu berceloteh mau terbebas dari segala kedosaanku tapi tetap saja kesehariannku tidak menunjukkan sikap yang mau terbebas dari segala keterikatanku.

Ingin teman sepekerjaku lebih berkarya dan aktif tapi aku tidak melakukan sesuatu yang baru yang menunjukkan sikap yang bermutu.

Aku rasa ini yang dimaksud oleh Rasul Paulus saat ia menuliskan suratnya kepada umat di korintus (1 Kor 9: 20 – 23):

„Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.

Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah.


Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya“

Paulus telah mengalahkah madness di dalam dirinya sehingga ia dapat mengalahkan madness di setiap umat yang telah ia bawa untuk mengenal Yesus sang raja. Paulus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar sebuah madness, tapi ia melakukan sesuatu untuk mencapai greatness

Yes, Greatness, supaya ia dapat mengambil bagian di dalam injil, di dalam Kristus.

I think I need to find another way to break my madness
Are you mad enough to break your madness?

God Bless,Kwang

Tuesday, September 12, 2006

Ketiadaan Tuhan

Tulisan di bawah aku dapatkan dari salah milist yang aku ikuti. Semoga diberkati.


Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya". "Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut. Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip Kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi Bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya Bertanya sesuatu?" "Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?" "Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak Pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya. Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.

Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi Diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata Dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada." Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga Tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya.

Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut.
Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?" Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.

Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari Ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Monday, September 11, 2006

Kesaksian, Menakutkan atau Menguatkan?

Banyak orang berkata dan percaya bahwa kesaksian adalah suatu yang menguatkan. Kesaksian memiliki kekuatan tersembunyi yang dapat membangkitkan semangat yang patah, bahkan kesaksian dapat menguatkan suatu kebenaran yang tak terlihat oleh mata semata.

Tapi adakalanya aku berpikir kesaksian itu adalah sesuatu yang menakutkan. Kalau tidak percaya, pergi saja ke persekutuan doa, gereja atau komunitas kerohanian dimana saja; ada kalanya sewaktu di minta untuk memberikan kesaksian semua mulut tersenyum, mata melirik kesana kemari bahkan ada yang malah meninggalkan ruangan secepat cahaya kilat diwaktu hujan bergemuruh.

Kesaksian? Apakah itu menakutkanku atau menguatkanku (sesama)?

Mungkin kesaksian memang menakutkan sehingga sulit bagi aku dan semua temanku untuk berbagi. Atau kesaksian itu terlalu menghabiskan waktu, sehingga aku dan semua temanku tak bisa meluangkan waktu untuk bersaksi. Atau juga kesaksian itu terlalu tabu sehingga aku dan semua temanku malu untuk polos terbuka di hadapan sesamaku. Mungkin aku tak tau apa yang dapat aku bagikan dalam kesaksianku karena bagiku kesaksian itu suatu yang terlalu besar bagiku.

Atau aku hanya tak mau.

Tapi aku bersyukur kalau saat ini aku tidak harus menjadi martir atau menjadi sahid untuk bersaksi akan kebaikan Yesus, Saksi yang setia dalam hidupku (Wahyu 1:5), aku bersyukur kalau aku tidak perlu menjadi suci terlebih dahulu untuk bersaksi. Seperti saudara pertama yang Yesus pakai untuk bersaksi, seorang perempuan Samaria yang kelakuannya tidak baik tapi Yesus merubahnya perlahan-lahan (Yohanes 4)

Aku terus berharap kalau aku berani untuk bersaksi walau hati ini terasa ngeri. Berharap dapat terus bersaksi melalui tulisan sederhanaku tentang kejadian-kejadian yang aku alami.

Seperti sering orang katakan "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang", aku harap aku dapat katakan pada diriku sendiri "Bersaksilah selagi aku bersaksi itu belum dilarang" seperti pesan Rasul Paulus pada umatnya di Timotius

"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah" (2 Tim 1:8)

Tuhan memberkati,
Kwang

Wednesday, September 06, 2006

Samakah?

Malaysia, 6 September 2006

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibr 10:25).

"Your achievement in first and second quarter of 2006 is excellent", "You know your value; your performance is consistently good" begitu kira kira komentar atasanku yang membuat diriku tersenyum penuh kemenangan saat kami merangkumkan satu jam diskusi bagi evaluasi hasil kerja quarter 1 and 2 di tahun 2006 ini.

Kalau aku boleh katakan, perkataan tersebut mewujudkan suatu perasaan yang menyenangkan. Puas rasa hati merasakan terbalasnya segala jerih payah dan tenaga yang tercurah dalam pekerjaan yang aku geluti.

Tak lama setelah aku kembali berhadapan dengan laptop kesayanganku; tiba-tiba perasaan hatiku berubah mana kala suara hati mulai bertanya "samakah perasaan yang akan aku alami saat aku berhadapan dengan Tuhanku di suatu hari nanti?"

Menghadapi atasanku bukanlah suatu perkara yang sulit bagi diriku; karena aku tahu kalau aku telah memberikan yang terbaik bagi perusahaanku, atasanku dan juga rekan sekerjaku. Proyek dan analisa yang terselesaikan dengan baik membuat aku berani menghadapi segala pertanyaan dan komentar yang ditembakkan kepada diriku.

Tapi, suara hati bertanya kembali, "Adakah keberanian yang sama saat aku berhadapan dengan Tuhanku di suatu hari nanti?"

Ah, pertanyaan yang menyerang hati nurani. Pertanyaan yang rasanya takut sekali aku selami, pertanyaan yang rasanya membuat gigi bergemeretak tak henti. Pertanyaan yang terus berbunyi dalam hati,

Samakah?

Tuhan yang maha Adil yang akan aku hadapi; tiada apapun yang dapat aku tutup-tutupi. Tak ada lagi dalih untuk menutupi maksud tersembunyi

Ah, Tuhan yang maha tahu yang akan aku hadapi; tak ada lagi bohong untuk menutupi kebusukan hati; tak ada lagi kata-kata manis untuk memuji karena Dia mengerti akan isi hatiku ini.

Tapi Aku harap aku belum terlambat; berserah diri bagi sang Penyelamat. Untuk merasakan rahmat yang teramat sangat.

Ah, mungkinkah aku rasakan perasaan sama; perasaan yang hangat?
Hanya Tuhan yang dapat menjawab nanti.

Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi (Why 3:10)

Tuhan memberkati,
Kwang

Monday, September 04, 2006

Not On The Same Channel

Tertawa aku melihat tingkah laku rekan kerjaku; tampang cemberut dan menggerutu kepadaku saat boss-ku meninggalkan meja kerjanya. Kemudian tiba-tiba ia berkata kepadaku dan menanyakan sesuatu yang aku tidak ketahui ujung pangkal permasalahannya.

Lalu aku katakan, kenapa ngga nanya aja ke boss. Dan ia kembali menggerutu. Lalu sesaat setelah boss kembali; tiba-tiba temanku itu berseru; mengatakan sesuatu yang mereka perdebatkan sejak tadi.

Ku dengar dengan seksama walau masih sibuk berkutat dengan pekerjaanku; ternyata mereka berbicara di dua channel yang berbeda. Mereka terlibat dalam suatu pembicaraan akan project yang mereka tangani; tetapi arah pembicaraan satu dengan yang lain berbeda. Lalu dengan senyum nakal aku menggoda mereka. "Ladies, I think both of you are not in the same channel", dan mereka pun tertawa.

Lalu mereka berdua bangkit dari tempat mereka dan menghampiri meja kerjaku. Lalu meributkan permasalahan mereka. Dan akhir kata kami berhasil menemukan titik pembicaraan yang sama. Hahaha lucu memang tapi demikianlah adanya. Walau kami semua (Warga Belanda, Malaysia dan Indonesia) berbicara dengan bahasa yang sama (English); tetapi ternyata itu tidak menjamin kalau kami semua dapat mengerti apa yang ada di dalam pikiran satu dengan yang lain.

Ternyata untuk menemukan apa yang kita inginkan kadang yang dibutuhkan bukan cuma bahasa yang sama; tetapi juga arah pembicaraan yang sama; atau kalau boleh aku katakan saluran yang sama; channel yang sama.

Mungkin ini yang ingin Tuhan katakan kepadaku hari ini; kalau selama ini aku tidak berada dalam channel yang sama denganNya; frekuensiku ternyata tidak sejalan dengan frekuensiNya. Makanya aku merasa letih sekali dengan segala yang aku punya.

Mungkin aku harus mencari jalan yang tepat untuk menemukan channel yang sama dengan siaranNya. Seperti teman dan bossku tadi bersama denganku mencari channel yang sama dan akhirnya semua menjadi terbuka. Ya, mungkin aku harus lebih giat mencari komunitas atau kegiatan yang dapat membuat diriku menjadi lebih terbuka; terbuka dalam menemukan saluran yang telah lama Ia siarkan bagi kita semua.

I keep asking myself; am I on the right channel? Are you? Are you in the right channel?

Yang lagi mencari correct channel,
Kwang.

Aku Seorang Penyamun

Read: Matius 21:1-22

Aku rasa boleh dibilang aku ini adalah seorang penyamun.

Dalam film-film jaman dahulu biasanya sosok penyamun digambarkan dengan sosok yang garang, berjanggut atau berewokan, berbadan kekar dan bertato. Ya, sosok yang melambangkan suatu kekerasan dan ketidak-tertiban. Tapi dalam film-film jaman sekarang, rasanya sedikit berubah. Banyak film-film menggambarkan sosok elite dan cool, rapi dan pendiam malahan menjadi mafia atau teroris. Ya, bagi mereka yang suka nonton film pasti mengerti apa yang aku maksudkan.

Karena itulah aku merasa kalau aku ini seorang penyamun, seorang penyamun jaman sekarang. Bukan lagi bersosok garang, berewokan dan bertato. Tapi malah berwajah tenang, rambut rapi dan tanpa tato. Aku penyamun jaman sekarang.

Aku berani berkata demikian sesaat setelah aku membaca apa yang dikatakan oleh Yesus saat Ia mengusir semua pedagang di dalam Bait Allah.

"Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun" (Luk 19:46).

Aku pikir para pedagang tersebut tentu bingung tujuh keliling dan marah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati di jungkir balikkan oleh Yesus. Padahal apa yang mereka lakukan merupakan suatu hal yang mereka rasa benar dan sudah menjadi kebiasaan dalam hidup mereka sehari-hari.

Bahkan Iman-imam kepala dan para ahli taurat yang jaman itu dianggap sebagai orang religius juga murka yang berarti mereka sudah biasa akan perdagangan atau pelayanan di dalam Bait Allah tersebut.

Makanya saat aku bandingkan Bait Allah tersebut dengan diriku, yang juga adalah Bait Allah, membuat aku merasa seperti seorang penyamun saja. Tidak tahukah aku, bahwa tubuhku adalah bait Roh Kudus yang diam di dalamku, Roh Kudus yang aku peroleh dari Allah dan bahwa aku bukan milikku sendiri? (I Kor 6:19)

Rasanya tidak pantas jika aku tuliskan dalam sharing ini segala karya tanganku yang membuat diriku ini layak untuk dijungkir balikkan. Malu juga rasanya. Mungkin yang bisa aku lakukan hanya berdiri dihadapan cermin kamarku dan melihat wajah sang penyamun.

Ah, aku hanya bisa berdoa dan berusaha agar aku tidak menjadi seperti pohon ara yang sekonyong-konyong kering saat Yesus menemukan aku tidak berbuah.

Aku katakan pada diriku; Jangan menunggu sampai Dia menjungkir balikan diriku, tapi aku rasa ada baiknya aku sendiri terlebih dahulu menjungkir balikan diriku. Menata rapi sesudahnya itu dan saat Yesus datang nanti, saat Ia masuk ke dalam baitNya ini bukan murka yang bangkit dari dalam diriNya tetapi senyum yang indah selaksa pelangi dari dalam surga.

Rasanya sudah saatnya juga aku bangun dari tidurku, hari sudah hampir siang (Roma 13:11-14).

Dan sajakpun mulai mengalun:
Saatnya bangun wahai penyamun, kebaskan debu yang semakin membuat ngeri,
Jangan biarkan sakitmu mengikat diri, hanya karena egomu yang ngelantur.
Saatnya bangun wahai penyamun, kikis dakimu yang semakin meninggi
Jangan biarkan malasmu mengikat nurani, membuat setiap hati mundur teratur.

Sang Penyamun (yang mau dijungkir balikkan),
Kwang.

IN MEMORIAM - MELI

** As I read this writing again; I remember her.. Meli, God with you my dear sis**

Singapore, 14 November 2003

Rumah sakit NUH, kira-kira 1 bulan yang lalu. Masih kuingat wajah polos serta pipi montok yang menggemaskan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Meli, katanya setelah ia menyambut uluran tanganku.

Meli, seorang gadis yang muda berumur 19 tahun. Aku kenal ia dari salah satu temanku yang mengajak aku untuk mengunjungi mereka sekeluarga. Meli dan keluarga yang datang dari Jakarta untuk mengobati penyakit lupus yang telah dideritanya kira-kira sekitar 2 tahun.

Senang sekali hatiku saat mendengar kesaksian dari ibunya yang begitu menggebu-gebu menceritakan bagaimana Tuhan menjaga dan merawat Meli, juga mereka sekeluarga sampai keadaan Meli yang saat itu aku lihat. Saat dimana masih kuingat sosok lugu yang menggemaskan tersebut sibuk membesarkan volume suara televisi dan berdiskusi denganku tentang makanan apa yang disajikan oleh para koki jepang dalam suatu acara televisi.

Ya, kira-kira 1 bulan yang lalu.

Kemarin pagi, saat aku membaca email dari temanku yang mengatakan bahwa Meli sedang dalam keadaan koma. Tiba-tiba aku merasakan saatnya telah tiba. Entah mengapa. Dan 10 menit kemudian handphoneku berbunyi menyampaikan berita bahwa ia telah pergi untuk selamanya.

Salah satu temanku langsung meminta ijin dari kantornya dan menuju ke rumah sakit (Elren, you are the best) lalu membantu keluarganya mengatur segala sesuatu. Jasad Meli akan dibawa pulang ke Jakarta besok pagi katanya (hari ini). Entah mengapa, aku merasa bahwa ini yang terbaik bagi Meli.

Meluncur MRT yang aku tumpangi dengan beberapa temanku menuju Buona Vista. Setelah bergelut mencari taxi, akhirnya kami sampai di tempat yang mereka tempati. Ramai sudah di dalam kamar losmen tersebut. Ku lihat wajah-wajah teman-temanku yang lain. Teman-teman yang Tuhan tempatkan untuk menghibur keluarga yang baru Meli tinggalkan. Malaikat-malaikat kecil nan sederhana yang hanya dapat tersenyum simpul menatap wajah satu dengan yang lain sementara sang ibu terlihat lelah yang aku tahu tak lain karena lelah menangis.

Si Tante menghampiriku dan berkata,"Tante sudah berusaha sekuat tenaga dan tetap berdiri sekarang", disertai senyum simpul yang memancarkan kepedihan yang tidak pernah aku rasakan. Lalu kami berdoa bersama, aku rasa karena hanya itu yang bisa kami lakukan untuk keluarga ini.

Semua kejadian ini membuat aku tak henti-hentinya bernyanyi semalam. Aku tak tahu apa yang harus aku ucapkan lagi kepada Tuhanku. Hanya terima kasih, permohonan dan ungkapan syukur atas segalanya. Aku katakan pada Tuhan, aku tidak tahu apakah yang kami lakukan tersebut dapat membantu mereka. Tetapi aku percaya bahwa Engkau yang akan membuat semuanya menjadi indah.

Kunyanyikan kembali lagu yang kami nyanyikan bersama di sana:
"Tangan Tuhan sedang merenda, suatu karya yang agung mulia. SaatNya kan tiba nanti, kau lihat pelangi kasihNya"

Aku berdoa, semoga keluarga tersebut benar-benar dapat melihat pelangi kasihNya walau sedang dalam kepedihan yang luar biasa. Aku tahu kalau mudah bagiku mengatakan semuanya itu karena bukan aku yang menjalaninya.

Aku tahu, seperti lagu yang si tante minta, lagu kesukaan Meli katanya.

Ku mau cinta Yesus, selamanya, ku mau cinta Yesus selamanya. Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya.

Ya, aku tahu, kami semua akan tetap cinta Yesus selamanya.

Karena dibalik semuanya ini aku percaya, semua akan indah pada waktuNya. Meli telah pergi, hidupnya bukan dimusnahkan tetapi ia telah memulai suatu hidup yang baru, hidup yang kekal.

In Memoriam - Meli.

God Bless,
Kwang

New House New Hope

Hari Minggu yang lalu salah seorang temanku pindah rumah; dari sebuah apartemen berganti ke sebuah townhouse. Rumah baru yang lebih memadai bagi dia dan keluarganya (istri dan 2 orang anak). Aku dan istriku menyempatkan diri untuk membantu mereka sekeluarga.

Banyak hal yang mereka dan kami alami selama proses pemindahan itu, tentu saja hal yang paling berkesan adalah capek yang menyerang sekujur tubuh hahaha. Tapi ini dapat diobati dengan tidur nyenyak sepanjang sore hari.

Aku juga sempat berpikir kalau banyak hikmah yang dapat ku ambil dari proses pemindahan rumah ini dan aku coba tempatkan diriku sebagai temanku tersebut. Proses umum pemindahan rumah dari Packing, Loading, Unloading and Unpacking.

Packing
Aku pikir pada umumnya, karena sudah terbiasa dengan rumah yang aku tempati, rasanya seisi ruangan rumah terlihat rapi atau indah. Walau pada kenyataannya sewaktu aku mulai mengepak barang-barang untuk dipindahkan (packing) barulah akan terlihat kotoran dan debu yang tertutup almari; yang tidak terlihat selama ini.

Aku pikir; kadang kala karena sudah terbiasa dengan pola hidup dan rutinitasku, aku sering tidak melihat 'kotoran' dan 'debu' yang ternyata masih menyelimuti hati dan pikiranku. Mungkin hati dan pikiranku juga butuh di'packing'.

Aku juga harus pintar-pintar memilih barang mana yang harus aku bawa dan mana yang harus aku tinggal untuk meringankan bebanku. Ya betul juga, aku harus pintar-pintar memilih hal mana yang harus tetap aku bawa dalam hatiku dan mana yang harus aku tinggalkan dalam menata masa depanku. Hmm harus pintar pintar.

Loading
Seperti orang-orang pada umumnya; tentu aku akan menyewa truk; lalu mencari sebanyak mungkin tenaga untuk membantuku mengangkut semua barang yang sudah aku pilih. Naik turun lift, dorong sana-sini. Intinya dibutuhkan kerjasama dalam mengangkat barang barang tersebut ke atas truk. Tak lupa tentu meminta si sopir membantu menata barang sehingga muat di truk.

Well, aku rasa aku juga perlu menata hatiku sehingga hal hal yang telah aku pilih dapat masuk dengan rapi. Tidak asal masuk trus keluar lagi. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Atau main sodok saja sempal sana sempal sini sehingga sewaktu aku membutuhkannya udah ngga inget lagi dimana. (Udah berapa banyak or berapa kali kita baca firman Tuhan, ada yang nyantol ngga dalam kehidupan sehari-hari??).

Aku juga tidak akan bisa berusaha sendiri dalam menata hati dan hidup melainkan aku butuh teman-temanku yang membantu dan tentunya Tuhan sebagai 'sopir' yang menata rapi.

Unloading and UnPacking
Sesampainya di tempat baru, beramai-ramai kami menurunkan barang-barang. Rumah baru yang bersih tiba-tiba jadi berantakan karena barang barang yang kami turunkan. Tapi setelah dirapikan satu persatu, well jadi rapi lagi.

Walau kadang banyak sekali masalah yang kita hadapi sampai kadang kita tidak tahu lagi bagaimana kita dapat menyelesaikan semua itu atau bahkan tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi yang pasti, kalau kita bertekad melangkah. Walau hanya langkah kecil, setapak demi setapak semua akan selesai pada akhirnya. Sebab Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar bagi setiap masalah - satu persatu sehingga semua rapi.

Barang barang yang berantakan mulai menjadi rapi, begitupula masalah dan kegalauan hati mulai menjadi rapi.

Keringat yang bercucuran, tenaga yang terkuras rasanya menjadi satu hal yang menjadi keharusan. Aku renungkan; bahwa setiap masalah pasti akan selesai kalau kita terus berusaha dan jangan mengeluh walau segala sesuatu kelihatan seperti tidak dapat aku atasi. Yang penting tetap berusaha selama aku masih bisa berusaha. Itu saja sudah cukup.

Oh ya terima kasih juga telah menyediakan waktu anda untuk berusaha membaca sharing saya.
Semoga menjadi berkat dan tetaplah berusaha selama kita masih bertenaga.

God Bless,
Kwang.