Monday, September 04, 2006

IN MEMORIAM - MELI

** As I read this writing again; I remember her.. Meli, God with you my dear sis**

Singapore, 14 November 2003

Rumah sakit NUH, kira-kira 1 bulan yang lalu. Masih kuingat wajah polos serta pipi montok yang menggemaskan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Meli, katanya setelah ia menyambut uluran tanganku.

Meli, seorang gadis yang muda berumur 19 tahun. Aku kenal ia dari salah satu temanku yang mengajak aku untuk mengunjungi mereka sekeluarga. Meli dan keluarga yang datang dari Jakarta untuk mengobati penyakit lupus yang telah dideritanya kira-kira sekitar 2 tahun.

Senang sekali hatiku saat mendengar kesaksian dari ibunya yang begitu menggebu-gebu menceritakan bagaimana Tuhan menjaga dan merawat Meli, juga mereka sekeluarga sampai keadaan Meli yang saat itu aku lihat. Saat dimana masih kuingat sosok lugu yang menggemaskan tersebut sibuk membesarkan volume suara televisi dan berdiskusi denganku tentang makanan apa yang disajikan oleh para koki jepang dalam suatu acara televisi.

Ya, kira-kira 1 bulan yang lalu.

Kemarin pagi, saat aku membaca email dari temanku yang mengatakan bahwa Meli sedang dalam keadaan koma. Tiba-tiba aku merasakan saatnya telah tiba. Entah mengapa. Dan 10 menit kemudian handphoneku berbunyi menyampaikan berita bahwa ia telah pergi untuk selamanya.

Salah satu temanku langsung meminta ijin dari kantornya dan menuju ke rumah sakit (Elren, you are the best) lalu membantu keluarganya mengatur segala sesuatu. Jasad Meli akan dibawa pulang ke Jakarta besok pagi katanya (hari ini). Entah mengapa, aku merasa bahwa ini yang terbaik bagi Meli.

Meluncur MRT yang aku tumpangi dengan beberapa temanku menuju Buona Vista. Setelah bergelut mencari taxi, akhirnya kami sampai di tempat yang mereka tempati. Ramai sudah di dalam kamar losmen tersebut. Ku lihat wajah-wajah teman-temanku yang lain. Teman-teman yang Tuhan tempatkan untuk menghibur keluarga yang baru Meli tinggalkan. Malaikat-malaikat kecil nan sederhana yang hanya dapat tersenyum simpul menatap wajah satu dengan yang lain sementara sang ibu terlihat lelah yang aku tahu tak lain karena lelah menangis.

Si Tante menghampiriku dan berkata,"Tante sudah berusaha sekuat tenaga dan tetap berdiri sekarang", disertai senyum simpul yang memancarkan kepedihan yang tidak pernah aku rasakan. Lalu kami berdoa bersama, aku rasa karena hanya itu yang bisa kami lakukan untuk keluarga ini.

Semua kejadian ini membuat aku tak henti-hentinya bernyanyi semalam. Aku tak tahu apa yang harus aku ucapkan lagi kepada Tuhanku. Hanya terima kasih, permohonan dan ungkapan syukur atas segalanya. Aku katakan pada Tuhan, aku tidak tahu apakah yang kami lakukan tersebut dapat membantu mereka. Tetapi aku percaya bahwa Engkau yang akan membuat semuanya menjadi indah.

Kunyanyikan kembali lagu yang kami nyanyikan bersama di sana:
"Tangan Tuhan sedang merenda, suatu karya yang agung mulia. SaatNya kan tiba nanti, kau lihat pelangi kasihNya"

Aku berdoa, semoga keluarga tersebut benar-benar dapat melihat pelangi kasihNya walau sedang dalam kepedihan yang luar biasa. Aku tahu kalau mudah bagiku mengatakan semuanya itu karena bukan aku yang menjalaninya.

Aku tahu, seperti lagu yang si tante minta, lagu kesukaan Meli katanya.

Ku mau cinta Yesus, selamanya, ku mau cinta Yesus selamanya. Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya.

Ya, aku tahu, kami semua akan tetap cinta Yesus selamanya.

Karena dibalik semuanya ini aku percaya, semua akan indah pada waktuNya. Meli telah pergi, hidupnya bukan dimusnahkan tetapi ia telah memulai suatu hidup yang baru, hidup yang kekal.

In Memoriam - Meli.

God Bless,
Kwang

No comments: