*Renungan di masa lalu*
Singapore, 21 Agustus 2002
Matius 20: 1 - 6; berbicara tentang seorang tuan rumah yang pagi pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Pada pagi hari dia mendapat pekerja, pada tengah hari dia juga mendapat pekerja. Juga pada pukul 5 petang menjelang hari kerja usai ia mendapat pekerja. Semua diminta bekerja di ladangnya. Masing masing pekerja mendapat satu dinar satu hari demikian upah mereka.
Kalau kita lihat, dapat kita katakan bahwa dalam Injil Matius ini Yesus memberikan contoh yang tidak baik untuk dunia bisnis dan ada tendensi dimana terjadi suatu manipulasi kekuasaan dan sikap pilih kasih.
Yang datang kerja dari awal mendapat upah satu dinar, yang datang paling akhir juga tetap mendapat satu dinar. Wah ngga adil kan.
Tapi, apa yang ingin disampaikan dari bacaan injil ini bukanlah soal untung ataupun rugi dalam upah mengupah. Ataupun bukan soal pilih memilih kasih melainkan ini menunjukkan kepada kita bahwa HANYA Tuhanlah yang akan selalu menjadi hakim bagi apa yang menjadi hak/ milik kita dan kita tidak dapat mencari hakim lain.
Singkat kata: Jalan Tuhan bukanlah jalan manusia. Dalam dunia bisnis (jalan manusia) persoalan upah tersebut biasanya akan menjadi suatu keributan, percekcokan bahkan gosip dan kerusuhan.
Tetapi dalam bisnis Tuhan semuanya berbeda. Dan sonner or later we have no choice but to take up God's bussiness. Bisnis Tuhan tidak terbatas oleh waktu dan tempat jadi tidak ada takaran apapun dari manusia yang bisa mengukur betapa efisiennya hidup kita di dalam dunia ini dan berapa besar upah yang layak kita terima.
Dalam dunia kita manusia, itelektual, skills, waktu dan service serta tingkat akademik anda yang menjadi ukuran seberapa besar gaji dan reward yang layak kita terima. Sekali lagi tidak demikian dengan Tuhan, Tuhan selalu melihat kenyataan yang ada, betapa kita setia atau tidak dalam hukum dan kebenarannya. Ia mengukur semuanya dari dasar hati.
Bagi Tuhan hanya ada dua hal yang terpenting: "Cinta kita kepada Tuhan dan cinta kita kepada sesama kita".
Kualitas hubungan kita dengan Tuhan tidak tergantung dengan waktu dan tempat, tidak tergantung suatu kondisi, tidak tergantung akan kompensasi ataupun hutang, tidak tergantung laws of demand and supply, tetapi hanya suatu hubungan cinta yang didasari oleh self-giving dan sacrifice, of forgiveness and humility.
Begitupun halnya dalam pelayanan kita yang notabene seharusnya termasuk dalam bisnis Tuhan. Jangan hendaknya kita mengukur semuanya dengan menggunakan ukuran dunia bisnis. Tapi hendaknya kita mendasarkan pelayanan kita pada penyerahan diri dan pengorbanan, pengampunan dan kerendahan hati.
Tuhan memberkati,
Kwang.
No comments:
Post a Comment