Friday, December 15, 2006

Kebenaran yang Memerdekakan

Sering kali aku mendengar diriku mengeluh tentang pertobatan. Rasanya sulit sekali untuk bertobat meninggalkan segala keterikatanku atau bahkan ketakutanku. Ya, ketakutkan atau trauma yang sebenarnya membuat aku membangun tembok-tembok disekelilingi yang menghalangi diriku untuk mengenal Allahku lebih jauh.

Sadar atau tidak, aku rasa ketakutan atau trauma masa kecil sering membuat aku kehilangan arti pertobatan, kehilangan kebebasan dan kemerdekaan yang membuat aku tak mampu untuk melepaskan diri dari semua kedosaanku.

Memang benar kalau dikatakan „Kebenaran akan membebaskan engkau“, The truth will set you free kata orang-orang dari barat sana. Ya, kebenaran akan membebaskan aku. Pengetahuan akan sesuatu secara benar akan membebaskan aku dari trauma yang mengekang diriku.

Ini semua menarik perhatianku sejak tadi malam. Sejak aku melihat ibuku melakukan suatu terobosan baru. Melakukan breakthrough dari trauma masa lalu. Melakukan sesuatu yang pasti membuat bangga keluargaku. Dia berani masuk ke kolam renang!!!

Ya, hal yang bagiku mungkin sepele merupakan gunung batu bagi ibuku. Semua hanya karena trauma, ketakutan masa lalu yang membuat Ibuku tidak berani berada di tempat yang penuh dengan air walaupun Ia ditemani serdadu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dengan sedikit malu dan seribu ragu; Ibuku berjalan menuju ke tepi kolam di apartmenku siap dengan pakaian renang istriku.

Setelah aku dan istriku merayu tanpa malu; Ibuku turun ke kolam sambil mengenggam erat tanganku. Untuk beberapa lama Ibuku hanya berani berdiri di tepi kolam sambil memegang erat keramik batu, takut tenggelam katanya.

Aku katakan pada Ibuku; air di kolam dan dalamnya kolam tidak akan membuat kita tenggelam. Suatu kebenaran yang rasanya tidak dapat diterima Ibuku. Tetap saja dia berpegang pada tepi kolam sambil berdiri pucat membisu.

Puji Tuhan akan firmanNya yang hidup. Tak lama kemudian kebenaran itu mulai memerdekakan Ibuku. Ibuku mulai berani bergerak; berjalan; belajar berenang. Haleluyah; suatu terobosan baru bagi Ibuku. Air bukan lagi halangan bagi Ibuku!

Semua ini membuat aku merefleksikan arti pertobatan dalam hidupku. Kejadian Ibuku membuat aku mengerti akan langkah-langkah pertobatan yang dapat memerdekakan hidupku.

Ibuku membuka hati dan mendengar ajakan kebenaran
Ya, kalau bukan karena ajakan istriku untuk berenang mungkin Ibuku tetap hidup dalam ketakutan yang tak menentu. Bagiku inilah langkah pertama suatu pertobatan ilahi; membuka hati untuk menerima kebenaran.

Hal lain yang aku pelajari adalah; kita sebagai umat Tuhan harus aktif ‚mengajak’ dan memperdengarkan kebenaran Tuhan sehingga mereka yang membutuhkan kebenaran itu mampu menerima dan melangkahkan langkah pertama menuju kebenaran yang memerdekakan itu.

Ibuku percaya pada ajakan kebenaran
Ya, kalau bukan karena Ibuku percaya dengan perkataanku bahwa air dan dalamnya kolam tidak dapat menenggelamkan dirinya mungkin Ibuku masih duduk di tepi kolam dengan pakaian renangnya.
Inilah langkah kedua; percaya akan kebenaran yang memerdekakan. Sama halnya seperti suatu pertobatan, aku tidak bisa hanya mendengar dan membuka hati, tetapi aku harus PERCAYA akan kebenaran itu. Bahwa kebenaran itu dapat memerdekakan aku.

Ibuku melangkah masuk ke dalam kolam
Bagiku ini merupakan suatu langkah IMAN. Tidak cukup bagiku untuk hanya percaya pada kebenaran; aku harus melangkan dalam IMAN. Tidak cukup bagi Ibuku hanya percaya; tetapi dia harus melangkah masuk ke dalam kolam.

Sebab setelah Ibuku melakukan langkah Imannya; barulah kebenaran itu dapat membebaskan dirinya dari ketakutan dan keterikatannya.

Ibuku berjalan dan belajar berenang bersamaku
Ya, Langkah IMAN bukan merupakan proses terakhir dari suatu pertobatan; bukan merupakan titik akhir dari suatu terobosan.

Seperti yang aku katakan pada Ibuku, ini merupakan suatu proses. Langkah terakhir ialah belajar dan belajar. Memang benar Ibuku terbebaskan dari ketakutkannya akan air. Suatu terobosan baru yang luarbiasa bagi ibuku, tetapi itu bukan merupakan tujuan final dari kebebasan itu.

Tujuan akhir Ibuku adalah untuk dapat berenang. Sama seperti pertobatan ilahi, aku harus tetap belajar dan belajar untuk tetap dapat bertahan dalam arus di dalam dunia.

Aku harus tetap memfokuskan diriku kepada tujuan Ilahi; tujuan akhir hidup kita di dunia ini yaitu kudus dan berkenan di hadapan Tuhan Sang Pengasih. Dan tentunya aku tidak dapat berjalan sendiri; aku butuh komunitas dan gereja yang membimbingku sehingga kebenaran itu benar benar dapat memerdekakanku.

Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu (Yoh 8: 31-32)

Tuhan memberkati,
Kwang

Tuesday, November 28, 2006

Firman yang Hidup

Tersentak aku terbangun dari tidurku saat mendengar sahutan istriku terdengar cemas. Berlari aku menuju ke arah suara itu dan ku lihat darah segar terlekat pada tissue ditangan istriku. Ada darah, katanya sambil memperlihatkan wajah penuh kekwatiran semata.

Melayang pikiranku pada kejadian 2 hari sebelumnya; saat istriku mengatakan kalau dia terjatuh dari kursi makan yang rusak saat ia sedang bersantai menulis resep-resep makanan kesukaannya.

kejadian ini membuat kami berdua kembali diserang oleh perasaan kalut serta takut. Kejadian yang mengingatkan kami akan dua kehamilan sebelumnya yang mendatangkan banyak tangisan dan kekalutan.

Tapi kali ini Tuhan berbelas kasih pada kami; Firman yang hidup menguatkan kami dan janin yang ada di dalam rahim istriku.

Ya, Mazmur 27 yang Roh Kudus nyatakan padaku, benar benar hidup dan menyelimuti aku dan keluargaku. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?

Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh. Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya. Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya. Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.

Maka sekarang tegaklah kepalaku, mengatasi musuhku sekeliling aku; dalam kemah-Nya aku mau mempersembahkan korban dengan sorak-sorai; aku mau menyanyi dan bermazmur bagi TUHAN. Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku!
(Mz 27: 1-7)

Terpujilah TUHAN, karena Ia telah mendengar suara permohonanku. TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya (Mz 28: 6 -7)

Disertai tangis cemas istriku, tak henti-hentinya kami berdoa dan mengulangi firman Allah, harapan kami satu-satunya. Tak lama setelah kami bermazmur; darah terhenti! Haleluya!

Dengan hati yang penuh harapan; sesuai anjuran dokter; aku bawa istriku ke rumah sakit menjelang sore. Dengan cepat dokter memeriksa istriku dan janin. Puji Tuhan di tempat KudusNya; sang janin tercinta terlihat sehat; jantungnya yang berdetak kuat terdengar keluar dari alat ultrasound; tangannya dan kakinya yang baru mulai terbentuk terlihat bagaikan menari-nari ke kanan dan ke kiri.

Bagaikan air laut di tepi pantai; kelegaan, damai menyelimuti kami semua. Tiada yang lain yang dapat kami ucapkan selain pujian dan syukur kepadaNya.

Kami bersyukur s’bab kami memiliki Allah yang hidup; berdiri bersama dengan kami. Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kami. Dengan penuh iman kami mau percaya bahwa Tuhan telah memulai sang janin tercinta ini; kami percaya Tuhan pula yang akan menyelesaikannya secara sempurna.

Ya, Tuhan, Engkaulah kekuatan kami dan perisai kami; kepadaMu HATIKU PERCAYA!

Ku mau s’lalu bersyukur, s’bab cintaMu padaku
Takkan pernah berubah, HATIKU PERCAYA
Walau bumi bergoncang, gunung-gunung beranjak
Namun kasih setiaMu, tak pergi dariku

Ps: Sang janin sekarang berumur 14 minggu (kejadian ini terjadi sekitar minggu ke 12).

Tuhan memberkati,
Kwang

Thursday, October 12, 2006

Seberapa Takut?

Aku rasa tak jarang aku mendengar kotbah atau sharing ataupun firman Tuhan tentang keberanian; tentang janganlah kita takut. Bahkan kalimat “janganlah takut” sering sekali kita temukan di dalam bacaan firman. Kata-kata firman yang memiliki suatu kuasa yang besar agar kita sebagai umat Allah jangan menjadi seorang penakut; agar kita dapat bebas menjadi seorang pemenang atas segala ketakutan duniawi kita.

Tapi kali ini aku ingin berbagi tentang suatu yang berbeda. Aku ingin semua orang yang aku temui atau aku kenal untuk menjadi takut; bahkan lebih dari takut. Aku ingin kita semua takut akan Allah; takut akan Tuhan kita.

Lucu memang kalau secara jujur aku akui kalau adakalanya aku lebih takut dengan hantu daripada Tuhan. Kalau aku lebih takut akan binatang kecil di kamarku daripada Tuhan yang menciptakan si kecil itu. Kalau aku lebih takut kepada penyakit daripada sang penyembuh. Takut kepada ketidakadanya materi di dunia daripada si pemberi segalanya.

Lucu memang kalau secara jujur akui bahwa cuma saat aku berbuat dosa atau merasa berdosa maka aku takut pada si pemberi ampun yang maha kuasa. Atau berbohong bahkan menipu karena takut dicemooh temanku daripada takut kepada Dia yang menilai segalanya secara adil dan pencemburu.

Seperti halnya dengan kalimat ‚janganlah takut“, tidak sedikit juga firman Tuhan berbicara tentang takut akan Tuhan. Seperti tertulis dalam kitab Imamat 19:14 and 19:32 „..tetapi engkau harus takut akan Allahmu..“

Atau seperti tertulis pada kitab Ulangan 6:13 „Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah“

Atau juga dialunkan di dalam kitab Mazmur 147:11 „Tuhan senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setiaNya“

Atau seperti yang diajarkan di dalam kitab Amsal 14:27 „takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut“

Atau seperti pesan Rasul Paulus kepada umatnya di Kolose yang berbunyi „Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan“ (Kolose 3:22)

Dan masih banyak lagi tentang takut, takut dan takut akan Tuhan.

Tapi aku bingung; sampai saat aku menulis ataupun membaca; rasanya tidak aku temukan secercah ketakutan akan Bapaku yang maha besar. Apakah aku telah dibutakan oleh sang penipu; ataukah aku telah dibutakan oleh dunia disekeliling?

Aku rasa itu karena aku terlalu gampang menikmati hidupku; taking life for granted kata bahasa bule di kamusku. Aku pikir memang benar adanya; sepertinya aku terlalu gampang menikmati kebaikan Tuhanku; menikmati kemurahan Yesusku sampai sampai aku terlalu menganggap remeh keadilan Bapaku. Taking Jesus for granted, menurut istilahku.

Ah, aku rasa hal ini patut aku renungkan di sepanjang hidupku. Seberapa takutkah aku akan Tuhanku? Sehingga aku benar benar mau hidup hanya seturut jalan yang ditunjukkan kepadaku. JalanNya dan bukan jalanku.

Seberapa takut?

Tuhan memberkati,
Kwang

Tuesday, October 03, 2006

Being a Christian

Baru saja aku dikejutkan oleh salah satu bekas rekan sekerjaku di Singapore. Dia bilang dia ingin menanyakan sesuatu kepadaku karena aku seorang Kristen; menanyakan kepadaku sebuah pertanyaan yang telah ia debatkan dengan teman kantornya yang juga seorang kristen. Oh ya dia sendiri rasanya tidak memiliki agama atau kepercayaan.

Dia bilang; apa tujuan kita hidup di dunia ini? Atau dengan kata lain apa yang menjadi tujuan hidup seorang Kristen di dunia ini. Pertanyaan yang terdengar simple tetapi sempat membuat aku tersentak dan berpikir lama untuk menjawabnya kembali.

Ia katakan kalau ia diberitahu bahwa kita hidup di dunia ini untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengejar kehidupan yang akan datang. Bahwa kita harus berbuat sesuatu untuk dapat masuk ke dalam surga. Bahwa masuk ke surga merupakan suatu reaksi dari aksi yang kita lakukan.

Ia juga katakan bahwa ia diberitahu kalau kita hidup di dunia ini untuk mengejar 'kepenuhan'. Kita hidup di dunia harus memiliki materi yang melimpah karena kita harusnya 'berhasil' dalam segala hal.

Aku katakan kalau pemikiranku tentang arti hidup seorang Kristen di dunia ini berbeda. Ya, bagi yang mengenal diriku, aku kurang mendukung pemakaian ayat Yohanes 10:10 untuk diartikan sebagai kepenuhan materi dunia. Well, jangan salah. Aku tidak menentang pendapat bahwa seorang Kristen haruslah kaya dalam materi. Itu tentu baik adanya, karena aku percaya setiap orang mendapat panggilan tersendiri yang teristimewa.

Aku katakan bahwa (menurut pendapat pribadiku) kita di dunia bukanlah mengejar surga. Urusan masuk ke surga ataupun neraka adalah ditangan sang Bapa saja. Semua ini nantinya hanya karena kasih karunia seperti kata saudara tua kita, Yakobus. Kita ditempatkan di dunia ini untuk melakukan apa yang Yesus telah lakukan, mengasihi Tuhan dan sesama seperti yang diperintahkan guru besar kita sendiri, Yesus.

Aku katakan kepadanya; sederhana saja. Karena Yesus adalah cinta (love); maka yang kita lakukan di dunia hendaknya melaksanakan cintanya. Dengan berbagi kepada sesama apa yang telah kita nikmati daripadaNya.

Soal kelimpahan materi; yah itu bukan tujuan akhir kita di dunia. Kelimpahan materi hanya suatu definisi semata. Setiap manusia pasti memiliki definisi yang berbeda. Coba kita tanyakan pada orang di pinggir jalan; mungkin mereka katakan kelimpahan materi adalah memiliki makanan 3 kali dalam 1 harinya. Tapi tentu berbeda kalau kita tanyakan pada pejabat-pejabat di indonesia; ahh anda tentu tau jawabannya.

Aku juga katakan, ada kalanya Tuhan memberikan kelimpahan materi bagi umatNya. Untuk apa? Ya untuk melakukan kegiatan yang Yesus lakukan, mengasihi sesama bahkan yang terkecil sekalipun. Tidak lain, tidak lebih. Jadi aku katakan kepadanya, jangan sombong atau tinggi hati kalau kita memiliki materi yang mungkin lebih baik dari teman lainnya.

Mendengar semua jawabanku, tiba-tiba temanku menjawab sesuatu yang membuat aku tersenyum memuji Tuhan kita. Temanku katakan bahwa ia senang dapat berbagi dengan seorang yang tidak melihat segala sesuatu dari mobil mewah, uang, atau materi semata. Ia katakan kalau ia mungkin lagi mengalami mid-life crisis (krisis pertengahan umur katanya); bahwa ia merasa hidupnya merasa hampa walau sekian lama berhasil mengumpulkan materi dari pekerjaannya, ia merasa itu semua tidak memberikan kepuasan yang sejati baginya.

Aku usulkan kepadanya untuk melakukan kegiatan charity (apa yah bahasa indonesianya?), dan dia menyetujuinya. Bahkan dia telah mulai dengan sedikit kegiatan charity membuat homepage bagi perkumpulan charity.

Puji Tuhan ditempat kudusNya; hanya itu yang bisa aku sebutkan dalam hatiku setelah mendengar penjelasannya. Aku doakan semoga temanku ini terus bertumbuh menjadi seorang "kristen" yang nyata bukan seperti banyak orang (bahkan diriku) yang hanya kristen KTP semata.

Aku juga berdoa semoga aku benar benar dapat menjadi seorang kristen di dunia ini; bukan "hanya hidup di dunia kristen" tetapi hidup kristen di dunia.

Semoga diberkati,
Kwang

Monday, September 18, 2006

Tsunami - My Condelences

Shalom,

Tulisan di bawah ini aku tulis pada waktu terjadi Tsunami di tahun 2004 yang lalu; temanku mengingatkan aku kembali akan hal ini. Pertanyaan yang dia ingat sampai sekarang ini katanya.

Semoga anda juga diberkati.

Kwang

Malaysia, 27 Desember 2004

Sampai detik ini disaat aku putuskan untuk berbagi, telah 21.000jiwa tenggelam, hanyut, hilang ditelan ganasnya serangan bumi.Sejak kemarin mataku tak lepas-lepasnya menatap siaran berita CNN dari televisiku, bahkan siang tadi tetap saja aku sibuk membaca berita dari komputerku.

Bumi berguncang, laut menyerang. Beribu-ribunyawa terhilang.Tak banyak yang bisa kupikirkan, terlalu cepat kenyataan menyerang. Ku lihat si ibu di India menangis meraung-raung sambil menggendonganaknya yang telah mati tenggelam. Lalu seorang bapak di Malaysia menangis histeris karena istri dan ke-empat anaknya hilang tertelan gelombang. Belum lagi tourist di Phuket, Thailand yang shock sambil menjawab pertanyaan. Everything happened so fast, you can't even think. And suddenly all are gone. Hanya itu yang dapat ia katakan.

Siang tadi saat chatting dengan temanku di Indonesia, mereka menyatakan bela sungkawa mereka kepada saudara kita di Aceh. Sampai detik ini telah 4500 jiwa dinyatakan meninggal karena serangan sang bumi. Semua ini hanya membuatku berpikir, sambil menangis melihat si ibu yang berteriak mencari keluarganya ke sana kemari.

Ya, semua ini membuat aku berpikir kalau memang benar bahwa manusia itu kecil. Tidak ada yang dapat kita sombongkan dari diri kita yang fana ini. Semua yang kita miliki di dunia ini hanya titipan dari Tuhan yang ilahi. Seperti kalimat yang keluar dari seorang bapak lain di Malaysia yang juga kehilangan 4 anaknya saat berkemah di pantai penang. "Semua hanya titipan Tuhan, detik itu Tuhan ingin membawa mereka kembali. Saya hanya bisa menerima dan merelakan". Tak lama setelah itu ia pun tertunduk menangis.

Sejak kematian Meli, lama aku tidak berhadapan dengan hal seperti ini. Walau 21.000 jiwa tersebut mungkin tidak berkaitan dengan diriku sama sekali. Tapi sekali lagi, itu membuatku berpikir jernih, apa yang aku inginkan dari dunia ini?

Apa yang aku inginkan dari dunia ini sebelum akupun di tenggelamkan oleh serangan sang bumi?.

"Turut berduka cita atas semua korban tsunami, tak ada yang dapat kuberi selain menangis bersama korban yang ditinggal mereka yangdikasihi".

Yang berduka,

Kwang

Definition of Madness

Selesai sudah program trainingku selama 3 hari di akhir minggu yang lalu. Successful Project with PRINCE2 training tepatnya; sebuah training yang diberikan perusahaanku agar kita dapat memimpin sebuah project dengan seksama dan sukses ala certified training bernamakan Prince2.

Salah satu hal yang menggelitik hatiku adalah tentang suatu ungkapan yang dilontarkan oleh sang guru. Seorang onthology (kalau tidak salah merupakan suatu askep dalam sosial dan anthropology), seperti penulis kegemaranku Paulo Coelho. Beliau melontarkan suatu ungkapan yang diam diam aku simpan di dalam hatiku.

The Definition of Madness, is keep doing a same thing with a same way or method but expecting a different results

Tak sadar kalimat tersebut tersimpan dilubuk hatiku. Aku renungkan dan aku hubungkan dengan kegalauan hatiku, dengan keterikatan dosa-dosa yang rasanya sulit sekali aku halau dari hidupku.

Yes, it is madness. Kalau boleh aku katakan, aku mengindap penyakit gila; karena aku mengharapkan suatu hasil yang berbeda walau aku tetap melakukannya dengan cara yang sama. Aku yang selalu berceloteh mau terbebas dari segala kedosaanku tapi tetap saja kesehariannku tidak menunjukkan sikap yang mau terbebas dari segala keterikatanku.

Ingin teman sepekerjaku lebih berkarya dan aktif tapi aku tidak melakukan sesuatu yang baru yang menunjukkan sikap yang bermutu.

Aku rasa ini yang dimaksud oleh Rasul Paulus saat ia menuliskan suratnya kepada umat di korintus (1 Kor 9: 20 – 23):

„Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.

Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah.


Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya“

Paulus telah mengalahkah madness di dalam dirinya sehingga ia dapat mengalahkan madness di setiap umat yang telah ia bawa untuk mengenal Yesus sang raja. Paulus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar sebuah madness, tapi ia melakukan sesuatu untuk mencapai greatness

Yes, Greatness, supaya ia dapat mengambil bagian di dalam injil, di dalam Kristus.

I think I need to find another way to break my madness
Are you mad enough to break your madness?

God Bless,Kwang

Tuesday, September 12, 2006

Ketiadaan Tuhan

Tulisan di bawah aku dapatkan dari salah milist yang aku ikuti. Semoga diberkati.


Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya". "Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut. Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip Kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi Bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya Bertanya sesuatu?" "Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?" "Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak Pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya. Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.

Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi Diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata Dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada." Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga Tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya.

Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut.
Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?" Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.

Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari Ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Monday, September 11, 2006

Kesaksian, Menakutkan atau Menguatkan?

Banyak orang berkata dan percaya bahwa kesaksian adalah suatu yang menguatkan. Kesaksian memiliki kekuatan tersembunyi yang dapat membangkitkan semangat yang patah, bahkan kesaksian dapat menguatkan suatu kebenaran yang tak terlihat oleh mata semata.

Tapi adakalanya aku berpikir kesaksian itu adalah sesuatu yang menakutkan. Kalau tidak percaya, pergi saja ke persekutuan doa, gereja atau komunitas kerohanian dimana saja; ada kalanya sewaktu di minta untuk memberikan kesaksian semua mulut tersenyum, mata melirik kesana kemari bahkan ada yang malah meninggalkan ruangan secepat cahaya kilat diwaktu hujan bergemuruh.

Kesaksian? Apakah itu menakutkanku atau menguatkanku (sesama)?

Mungkin kesaksian memang menakutkan sehingga sulit bagi aku dan semua temanku untuk berbagi. Atau kesaksian itu terlalu menghabiskan waktu, sehingga aku dan semua temanku tak bisa meluangkan waktu untuk bersaksi. Atau juga kesaksian itu terlalu tabu sehingga aku dan semua temanku malu untuk polos terbuka di hadapan sesamaku. Mungkin aku tak tau apa yang dapat aku bagikan dalam kesaksianku karena bagiku kesaksian itu suatu yang terlalu besar bagiku.

Atau aku hanya tak mau.

Tapi aku bersyukur kalau saat ini aku tidak harus menjadi martir atau menjadi sahid untuk bersaksi akan kebaikan Yesus, Saksi yang setia dalam hidupku (Wahyu 1:5), aku bersyukur kalau aku tidak perlu menjadi suci terlebih dahulu untuk bersaksi. Seperti saudara pertama yang Yesus pakai untuk bersaksi, seorang perempuan Samaria yang kelakuannya tidak baik tapi Yesus merubahnya perlahan-lahan (Yohanes 4)

Aku terus berharap kalau aku berani untuk bersaksi walau hati ini terasa ngeri. Berharap dapat terus bersaksi melalui tulisan sederhanaku tentang kejadian-kejadian yang aku alami.

Seperti sering orang katakan "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang", aku harap aku dapat katakan pada diriku sendiri "Bersaksilah selagi aku bersaksi itu belum dilarang" seperti pesan Rasul Paulus pada umatnya di Timotius

"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah" (2 Tim 1:8)

Tuhan memberkati,
Kwang

Wednesday, September 06, 2006

Samakah?

Malaysia, 6 September 2006

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibr 10:25).

"Your achievement in first and second quarter of 2006 is excellent", "You know your value; your performance is consistently good" begitu kira kira komentar atasanku yang membuat diriku tersenyum penuh kemenangan saat kami merangkumkan satu jam diskusi bagi evaluasi hasil kerja quarter 1 and 2 di tahun 2006 ini.

Kalau aku boleh katakan, perkataan tersebut mewujudkan suatu perasaan yang menyenangkan. Puas rasa hati merasakan terbalasnya segala jerih payah dan tenaga yang tercurah dalam pekerjaan yang aku geluti.

Tak lama setelah aku kembali berhadapan dengan laptop kesayanganku; tiba-tiba perasaan hatiku berubah mana kala suara hati mulai bertanya "samakah perasaan yang akan aku alami saat aku berhadapan dengan Tuhanku di suatu hari nanti?"

Menghadapi atasanku bukanlah suatu perkara yang sulit bagi diriku; karena aku tahu kalau aku telah memberikan yang terbaik bagi perusahaanku, atasanku dan juga rekan sekerjaku. Proyek dan analisa yang terselesaikan dengan baik membuat aku berani menghadapi segala pertanyaan dan komentar yang ditembakkan kepada diriku.

Tapi, suara hati bertanya kembali, "Adakah keberanian yang sama saat aku berhadapan dengan Tuhanku di suatu hari nanti?"

Ah, pertanyaan yang menyerang hati nurani. Pertanyaan yang rasanya takut sekali aku selami, pertanyaan yang rasanya membuat gigi bergemeretak tak henti. Pertanyaan yang terus berbunyi dalam hati,

Samakah?

Tuhan yang maha Adil yang akan aku hadapi; tiada apapun yang dapat aku tutup-tutupi. Tak ada lagi dalih untuk menutupi maksud tersembunyi

Ah, Tuhan yang maha tahu yang akan aku hadapi; tak ada lagi bohong untuk menutupi kebusukan hati; tak ada lagi kata-kata manis untuk memuji karena Dia mengerti akan isi hatiku ini.

Tapi Aku harap aku belum terlambat; berserah diri bagi sang Penyelamat. Untuk merasakan rahmat yang teramat sangat.

Ah, mungkinkah aku rasakan perasaan sama; perasaan yang hangat?
Hanya Tuhan yang dapat menjawab nanti.

Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi (Why 3:10)

Tuhan memberkati,
Kwang

Monday, September 04, 2006

Not On The Same Channel

Tertawa aku melihat tingkah laku rekan kerjaku; tampang cemberut dan menggerutu kepadaku saat boss-ku meninggalkan meja kerjanya. Kemudian tiba-tiba ia berkata kepadaku dan menanyakan sesuatu yang aku tidak ketahui ujung pangkal permasalahannya.

Lalu aku katakan, kenapa ngga nanya aja ke boss. Dan ia kembali menggerutu. Lalu sesaat setelah boss kembali; tiba-tiba temanku itu berseru; mengatakan sesuatu yang mereka perdebatkan sejak tadi.

Ku dengar dengan seksama walau masih sibuk berkutat dengan pekerjaanku; ternyata mereka berbicara di dua channel yang berbeda. Mereka terlibat dalam suatu pembicaraan akan project yang mereka tangani; tetapi arah pembicaraan satu dengan yang lain berbeda. Lalu dengan senyum nakal aku menggoda mereka. "Ladies, I think both of you are not in the same channel", dan mereka pun tertawa.

Lalu mereka berdua bangkit dari tempat mereka dan menghampiri meja kerjaku. Lalu meributkan permasalahan mereka. Dan akhir kata kami berhasil menemukan titik pembicaraan yang sama. Hahaha lucu memang tapi demikianlah adanya. Walau kami semua (Warga Belanda, Malaysia dan Indonesia) berbicara dengan bahasa yang sama (English); tetapi ternyata itu tidak menjamin kalau kami semua dapat mengerti apa yang ada di dalam pikiran satu dengan yang lain.

Ternyata untuk menemukan apa yang kita inginkan kadang yang dibutuhkan bukan cuma bahasa yang sama; tetapi juga arah pembicaraan yang sama; atau kalau boleh aku katakan saluran yang sama; channel yang sama.

Mungkin ini yang ingin Tuhan katakan kepadaku hari ini; kalau selama ini aku tidak berada dalam channel yang sama denganNya; frekuensiku ternyata tidak sejalan dengan frekuensiNya. Makanya aku merasa letih sekali dengan segala yang aku punya.

Mungkin aku harus mencari jalan yang tepat untuk menemukan channel yang sama dengan siaranNya. Seperti teman dan bossku tadi bersama denganku mencari channel yang sama dan akhirnya semua menjadi terbuka. Ya, mungkin aku harus lebih giat mencari komunitas atau kegiatan yang dapat membuat diriku menjadi lebih terbuka; terbuka dalam menemukan saluran yang telah lama Ia siarkan bagi kita semua.

I keep asking myself; am I on the right channel? Are you? Are you in the right channel?

Yang lagi mencari correct channel,
Kwang.

Aku Seorang Penyamun

Read: Matius 21:1-22

Aku rasa boleh dibilang aku ini adalah seorang penyamun.

Dalam film-film jaman dahulu biasanya sosok penyamun digambarkan dengan sosok yang garang, berjanggut atau berewokan, berbadan kekar dan bertato. Ya, sosok yang melambangkan suatu kekerasan dan ketidak-tertiban. Tapi dalam film-film jaman sekarang, rasanya sedikit berubah. Banyak film-film menggambarkan sosok elite dan cool, rapi dan pendiam malahan menjadi mafia atau teroris. Ya, bagi mereka yang suka nonton film pasti mengerti apa yang aku maksudkan.

Karena itulah aku merasa kalau aku ini seorang penyamun, seorang penyamun jaman sekarang. Bukan lagi bersosok garang, berewokan dan bertato. Tapi malah berwajah tenang, rambut rapi dan tanpa tato. Aku penyamun jaman sekarang.

Aku berani berkata demikian sesaat setelah aku membaca apa yang dikatakan oleh Yesus saat Ia mengusir semua pedagang di dalam Bait Allah.

"Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun" (Luk 19:46).

Aku pikir para pedagang tersebut tentu bingung tujuh keliling dan marah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati di jungkir balikkan oleh Yesus. Padahal apa yang mereka lakukan merupakan suatu hal yang mereka rasa benar dan sudah menjadi kebiasaan dalam hidup mereka sehari-hari.

Bahkan Iman-imam kepala dan para ahli taurat yang jaman itu dianggap sebagai orang religius juga murka yang berarti mereka sudah biasa akan perdagangan atau pelayanan di dalam Bait Allah tersebut.

Makanya saat aku bandingkan Bait Allah tersebut dengan diriku, yang juga adalah Bait Allah, membuat aku merasa seperti seorang penyamun saja. Tidak tahukah aku, bahwa tubuhku adalah bait Roh Kudus yang diam di dalamku, Roh Kudus yang aku peroleh dari Allah dan bahwa aku bukan milikku sendiri? (I Kor 6:19)

Rasanya tidak pantas jika aku tuliskan dalam sharing ini segala karya tanganku yang membuat diriku ini layak untuk dijungkir balikkan. Malu juga rasanya. Mungkin yang bisa aku lakukan hanya berdiri dihadapan cermin kamarku dan melihat wajah sang penyamun.

Ah, aku hanya bisa berdoa dan berusaha agar aku tidak menjadi seperti pohon ara yang sekonyong-konyong kering saat Yesus menemukan aku tidak berbuah.

Aku katakan pada diriku; Jangan menunggu sampai Dia menjungkir balikan diriku, tapi aku rasa ada baiknya aku sendiri terlebih dahulu menjungkir balikan diriku. Menata rapi sesudahnya itu dan saat Yesus datang nanti, saat Ia masuk ke dalam baitNya ini bukan murka yang bangkit dari dalam diriNya tetapi senyum yang indah selaksa pelangi dari dalam surga.

Rasanya sudah saatnya juga aku bangun dari tidurku, hari sudah hampir siang (Roma 13:11-14).

Dan sajakpun mulai mengalun:
Saatnya bangun wahai penyamun, kebaskan debu yang semakin membuat ngeri,
Jangan biarkan sakitmu mengikat diri, hanya karena egomu yang ngelantur.
Saatnya bangun wahai penyamun, kikis dakimu yang semakin meninggi
Jangan biarkan malasmu mengikat nurani, membuat setiap hati mundur teratur.

Sang Penyamun (yang mau dijungkir balikkan),
Kwang.

IN MEMORIAM - MELI

** As I read this writing again; I remember her.. Meli, God with you my dear sis**

Singapore, 14 November 2003

Rumah sakit NUH, kira-kira 1 bulan yang lalu. Masih kuingat wajah polos serta pipi montok yang menggemaskan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Meli, katanya setelah ia menyambut uluran tanganku.

Meli, seorang gadis yang muda berumur 19 tahun. Aku kenal ia dari salah satu temanku yang mengajak aku untuk mengunjungi mereka sekeluarga. Meli dan keluarga yang datang dari Jakarta untuk mengobati penyakit lupus yang telah dideritanya kira-kira sekitar 2 tahun.

Senang sekali hatiku saat mendengar kesaksian dari ibunya yang begitu menggebu-gebu menceritakan bagaimana Tuhan menjaga dan merawat Meli, juga mereka sekeluarga sampai keadaan Meli yang saat itu aku lihat. Saat dimana masih kuingat sosok lugu yang menggemaskan tersebut sibuk membesarkan volume suara televisi dan berdiskusi denganku tentang makanan apa yang disajikan oleh para koki jepang dalam suatu acara televisi.

Ya, kira-kira 1 bulan yang lalu.

Kemarin pagi, saat aku membaca email dari temanku yang mengatakan bahwa Meli sedang dalam keadaan koma. Tiba-tiba aku merasakan saatnya telah tiba. Entah mengapa. Dan 10 menit kemudian handphoneku berbunyi menyampaikan berita bahwa ia telah pergi untuk selamanya.

Salah satu temanku langsung meminta ijin dari kantornya dan menuju ke rumah sakit (Elren, you are the best) lalu membantu keluarganya mengatur segala sesuatu. Jasad Meli akan dibawa pulang ke Jakarta besok pagi katanya (hari ini). Entah mengapa, aku merasa bahwa ini yang terbaik bagi Meli.

Meluncur MRT yang aku tumpangi dengan beberapa temanku menuju Buona Vista. Setelah bergelut mencari taxi, akhirnya kami sampai di tempat yang mereka tempati. Ramai sudah di dalam kamar losmen tersebut. Ku lihat wajah-wajah teman-temanku yang lain. Teman-teman yang Tuhan tempatkan untuk menghibur keluarga yang baru Meli tinggalkan. Malaikat-malaikat kecil nan sederhana yang hanya dapat tersenyum simpul menatap wajah satu dengan yang lain sementara sang ibu terlihat lelah yang aku tahu tak lain karena lelah menangis.

Si Tante menghampiriku dan berkata,"Tante sudah berusaha sekuat tenaga dan tetap berdiri sekarang", disertai senyum simpul yang memancarkan kepedihan yang tidak pernah aku rasakan. Lalu kami berdoa bersama, aku rasa karena hanya itu yang bisa kami lakukan untuk keluarga ini.

Semua kejadian ini membuat aku tak henti-hentinya bernyanyi semalam. Aku tak tahu apa yang harus aku ucapkan lagi kepada Tuhanku. Hanya terima kasih, permohonan dan ungkapan syukur atas segalanya. Aku katakan pada Tuhan, aku tidak tahu apakah yang kami lakukan tersebut dapat membantu mereka. Tetapi aku percaya bahwa Engkau yang akan membuat semuanya menjadi indah.

Kunyanyikan kembali lagu yang kami nyanyikan bersama di sana:
"Tangan Tuhan sedang merenda, suatu karya yang agung mulia. SaatNya kan tiba nanti, kau lihat pelangi kasihNya"

Aku berdoa, semoga keluarga tersebut benar-benar dapat melihat pelangi kasihNya walau sedang dalam kepedihan yang luar biasa. Aku tahu kalau mudah bagiku mengatakan semuanya itu karena bukan aku yang menjalaninya.

Aku tahu, seperti lagu yang si tante minta, lagu kesukaan Meli katanya.

Ku mau cinta Yesus, selamanya, ku mau cinta Yesus selamanya. Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya.

Ya, aku tahu, kami semua akan tetap cinta Yesus selamanya.

Karena dibalik semuanya ini aku percaya, semua akan indah pada waktuNya. Meli telah pergi, hidupnya bukan dimusnahkan tetapi ia telah memulai suatu hidup yang baru, hidup yang kekal.

In Memoriam - Meli.

God Bless,
Kwang

New House New Hope

Hari Minggu yang lalu salah seorang temanku pindah rumah; dari sebuah apartemen berganti ke sebuah townhouse. Rumah baru yang lebih memadai bagi dia dan keluarganya (istri dan 2 orang anak). Aku dan istriku menyempatkan diri untuk membantu mereka sekeluarga.

Banyak hal yang mereka dan kami alami selama proses pemindahan itu, tentu saja hal yang paling berkesan adalah capek yang menyerang sekujur tubuh hahaha. Tapi ini dapat diobati dengan tidur nyenyak sepanjang sore hari.

Aku juga sempat berpikir kalau banyak hikmah yang dapat ku ambil dari proses pemindahan rumah ini dan aku coba tempatkan diriku sebagai temanku tersebut. Proses umum pemindahan rumah dari Packing, Loading, Unloading and Unpacking.

Packing
Aku pikir pada umumnya, karena sudah terbiasa dengan rumah yang aku tempati, rasanya seisi ruangan rumah terlihat rapi atau indah. Walau pada kenyataannya sewaktu aku mulai mengepak barang-barang untuk dipindahkan (packing) barulah akan terlihat kotoran dan debu yang tertutup almari; yang tidak terlihat selama ini.

Aku pikir; kadang kala karena sudah terbiasa dengan pola hidup dan rutinitasku, aku sering tidak melihat 'kotoran' dan 'debu' yang ternyata masih menyelimuti hati dan pikiranku. Mungkin hati dan pikiranku juga butuh di'packing'.

Aku juga harus pintar-pintar memilih barang mana yang harus aku bawa dan mana yang harus aku tinggal untuk meringankan bebanku. Ya betul juga, aku harus pintar-pintar memilih hal mana yang harus tetap aku bawa dalam hatiku dan mana yang harus aku tinggalkan dalam menata masa depanku. Hmm harus pintar pintar.

Loading
Seperti orang-orang pada umumnya; tentu aku akan menyewa truk; lalu mencari sebanyak mungkin tenaga untuk membantuku mengangkut semua barang yang sudah aku pilih. Naik turun lift, dorong sana-sini. Intinya dibutuhkan kerjasama dalam mengangkat barang barang tersebut ke atas truk. Tak lupa tentu meminta si sopir membantu menata barang sehingga muat di truk.

Well, aku rasa aku juga perlu menata hatiku sehingga hal hal yang telah aku pilih dapat masuk dengan rapi. Tidak asal masuk trus keluar lagi. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Atau main sodok saja sempal sana sempal sini sehingga sewaktu aku membutuhkannya udah ngga inget lagi dimana. (Udah berapa banyak or berapa kali kita baca firman Tuhan, ada yang nyantol ngga dalam kehidupan sehari-hari??).

Aku juga tidak akan bisa berusaha sendiri dalam menata hati dan hidup melainkan aku butuh teman-temanku yang membantu dan tentunya Tuhan sebagai 'sopir' yang menata rapi.

Unloading and UnPacking
Sesampainya di tempat baru, beramai-ramai kami menurunkan barang-barang. Rumah baru yang bersih tiba-tiba jadi berantakan karena barang barang yang kami turunkan. Tapi setelah dirapikan satu persatu, well jadi rapi lagi.

Walau kadang banyak sekali masalah yang kita hadapi sampai kadang kita tidak tahu lagi bagaimana kita dapat menyelesaikan semua itu atau bahkan tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi yang pasti, kalau kita bertekad melangkah. Walau hanya langkah kecil, setapak demi setapak semua akan selesai pada akhirnya. Sebab Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar bagi setiap masalah - satu persatu sehingga semua rapi.

Barang barang yang berantakan mulai menjadi rapi, begitupula masalah dan kegalauan hati mulai menjadi rapi.

Keringat yang bercucuran, tenaga yang terkuras rasanya menjadi satu hal yang menjadi keharusan. Aku renungkan; bahwa setiap masalah pasti akan selesai kalau kita terus berusaha dan jangan mengeluh walau segala sesuatu kelihatan seperti tidak dapat aku atasi. Yang penting tetap berusaha selama aku masih bisa berusaha. Itu saja sudah cukup.

Oh ya terima kasih juga telah menyediakan waktu anda untuk berusaha membaca sharing saya.
Semoga menjadi berkat dan tetaplah berusaha selama kita masih bertenaga.

God Bless,
Kwang.

Thursday, August 24, 2006

Negative Come First, Or?

*renungan di masa yang lalu*

Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu, maka itu akan menjadi kehidupan bagi jiwamu (Amsal 3:21-22)

Percaya atau tidak, kalau aku perhatikan diriku dan juga orang-orang disekitarku atau orang-orang yang kita kenal pada umumnya memiliki suatu kecenderungan yang sama. Suatu kecenderungan yang notabene bukan merupakan hal yang baik sebenarnya.

Yang aku ingin katakan adalah kecenderungan untuk memikirkan hal-hal negative terlebih dahulu dibandingkan yang positif or in English, negative come first. Ya, tenang saja, aku tidak salah ketik kok.

Sebagai contoh; salah satu sahabatku yang membagikan pengalamannya (contoh yang mewakili kita???), sebagai seorang mahasiswi dia sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya (ah I still remember all those days), dan untuk menambah uang sakunya, sama seperti anak-anak lain pada umumnya ia bekerja paruh waktu di salah satu restoran. Oh ya ia juga memiliki aktivitas lain, anggota suatu komunitas/persekutuan.

Suatu hari, ia mengalami kebuntuan yang luar biasa saat mengerjakan tugas sekolahnya, dan pada saat yang bersamaan, ia memiliki komitmen untuk hadir dalam pertemuan komunitasnya. Setelah bergumul lama, ia memilih untuk tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan terjun ke dalam pertempuran melawan tugas-tugasnya yang notabene hampir mencapai dead line.

Pendek kata, tugas berhasil diselesaikan, dan ia bertemu dengan teman komunitasnya. Mereka bertanya mengapa tidak dapat hadir, dan ia menjelaskannya kepada mereka. Lalu temannya menlontarkan komentar yang katanya membuat dia kesal. Komentar yang mengatakan bahwa ia seharusnya lebih dapat membagi waktu lagi. Dan kemudian saat berdoa bersama, temannya mendoakan ia dengan memohon agar Tuhan memberikan rahmat kebijaksanaan baginya agar dapat membagi waktu lebih lagi.

And, the negative come first, ia kesal katanya. Mengatakan bahwa temannya menyindir dan malah mendoakan ia seakan akan ia benar benar seorang yang tidak dapat memenuhi janji atau komitmennya. Dan ia mengatakan bahwa ia menjadi malas bertemu dengan teman-temannya itu.

I am a little bit confuse, mengapa ia tidak melihat itu sebagai suatu yang positif, at least temannya care dan memperhatikan kebutuhannya. Dan mau menolong walau hanya sebatas doa. Doakan besar kuasanya. But I do know how she felt at that time.

Eh, wait apakah pikiran negative juga datang pada anda saat ini? Pikiran negative tentang sahabatku itu?

Contoh kedua yach diriku sendiri. Setelah aku sadari, tidak heran rasanya mengapa aku akhir-akhir ini sering terlibat perang mulut yang bodoh dengan pacarku. Mengapa? Yach itu negative come first, setiap kali ia ingin menyampaikan isi perasaannya, (yang notabene biasanya berisikan cemburunya terhadap sikapku yang sering dekat dengan orang lain, kurang perhatiannya diriku kepadanya, dan juga tentu karena hubungan kami yang dekat tapi jauh. Maklum hubungan long distance) aku selalu menyela dan mengatakan bahwa ia terlalu menuntut sesuatu dari diriku. Tapi aku lupa kalau afterall relationship is not about "ME" right? It's about "US". Tapi ya itu, negative come first.

Contoh ketiga; moga-moga ngga bosan adalah diri kita masing-masing. Aku rasa kalau kita boleh jujur terhadap diri kita sendiri, entah berapa ratus, ribu, bahkan tak terhitung kali kita memiliki pikiran negative terhadap musuh, teman atau bahkan suami/istri or keluarga kita.

Saat seseorang mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keputusan kita, pikiran itu datang dan bahkan kadang meraja. Saat seorang teman bersikap bodoh (bodoh menurut kita sih), pikiran itu datang kembali dan bahkan membuat kita bertindak lebih bodoh. Atau saat seseorang memang melakukan kesalahan dan pikiran itu datang dan menetap di dalam diri kita. Aneh tapi nyata. Mungkin hal ini harus diikutsertakan ke dalam acara Ripley - Believe it or not.

Semua ini membuat aku bertanya, why negative always come first? Apakah tidak ada sama sekali positive thinking dalam diri kita? Or pikiran positif tersebut ada tetapi selalu dikalahkan oleh si negative? Apakah ini merupakan trend jaman? Ataukah ini merupakan suatu cacat jiwa yang tidak terobati?

Tidak salah memang kalau Salomo bin Daud menuliskan nasihat-nasihatnya seperti yang tertulis dalam kitab Amsal. Mungkin ada saatnya pikiran positif dapat meraja di atas segala pikiran negative. Mungkin dengan mendengarkan nasihat Salomo, aku dapat memenangkan pertempuran ini.

Hai anakku, perhatikanlah hikmatku, arahkanlah telingamu kepada kepandaian yang kuajarkan, supaya engkau berpegang pada kebijaksanaan dan bibirmu memelihara pengetahuan. (Amsal 5:1-2) Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar. (Amsal 14:17) Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar! (Amsal 5:21) (Dan masih nasihat lainnya)

Akhir kata, terlintas dalam pikiranku suatu alasan klise yang mungkin akan tetap terpakai abadi di dalam kehidupan ini. "Ah, kita kan cuma manusia biasa, lagi pula nobody is perfect".

Well indeed, nobody is perfect, but yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana aku mau berusaha mencapai ke-perfect-an itu, sama seperti Bapaku yang perfect. Negative should come first or should never come?

Yang berusaha ngga negatif,
Kwang

A Stayer or A Quitter?

Alkisah ada sebuah cerita, ada sepasang suami istri yang saling mencinta. Si istri adalah seorang Katolik yang taat sedangkan si suami adalah seorang penganut freethinker. Selama bertahun-tahun sang istri berdoa dengan tekun agar si suami dapat menerima Kristus dan dibaptis. Suatu ketika doa sang istri terjawab, si suami mau dan akhirnya dibaptis sebagai seorang katolik.

Tidak lama setelah si suami di baptis, tiba-tiba ia terserang stroke dan separuh dari bagian tubuhnya menderita kelumpuhan. Sang istri sedih dan marah. Terlarut dalam kesedihannya ia memilih untuk tidak lagi percaya kepada Tuhan, ia berhenti berdoa dan berhenti ke gereja. Tuhan menjadi objek kesedihannya. Tuhanlah yang menyebabkan suaminya menderita kelumpuhan.

Aku lalu teringat akan cerita lainnya, alkisah ada 2 orang kakak beradik, karena miskinnya keluarga, mereka masing-masing hanya memiliki sepasang sepatu yang kumal dan tak layak pakai sebenarnya. Suatu ketika sepatu si adik hilang karena kelalaian kakaknya, yach, secara tidak di sengaja. Pendek cerita, suatu ketika disekolah si kakak mengadakan pertandingan lari lintas alam, dan hadiah kedua adalah sepasang sepatu putih yang cantik.

Si kakak mengikuti perlombaan tersebut dengan harapan agar ia dapat menang dan mendapatkan hadiah kedua tersebut untuk si adik. Dalam pertandingan secara tak sengaja si kakak terjebak dalam kubangan lumpur dan sepatunya tersangkut di dalam lumpur. Tidak berhasil mengambil sepatunya kembali, si kakak terpaksa berlari tanpa alas di tanah berbatu untuk memenangkan sepatu tersebut. Akhirnya, dengan menangis menahan sakit dikakinya, si kakak bertahan dan terus berlari dan dia berhasil mendapatkan sepatu tersebut untuk adiknya.

A stayer or a quitter? Kalau kita lihat di sekeliling kita, banyak sekali diantara kita yang sering memilih untuk menjadi 'quitter'. Kita lihat banyak orang memilih untuk berhenti kerja karena tidak cocok dengan atasannya, daripada mencari jalan keluar bersama atasannya.

Atau memilih keluar dari komunitas karena cekcok dengan temannya daripada mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah. Memilih berhenti berdoa saat masalah atau cobaan menghalang daripada bertekun didalam doa.

Memilih berhenti belajar musik karena takut susah dan menghabiskan waktu padahal awalnya bersemangat sekali. Memilih berhenti dan lari pada saat diri kita merasa ada tembok yang menghalangi.

Aku akui menjadi seorang 'quitter' lebih mudah daripada menjadi seorang 'stayer'. Walau kalau ditanya aku pasti menjawab ingin menjadi seorang stayer. Biar aku terlihat seperti orang yang gagah. Hahahaha.

Tapi, sebenarnya siapa yang tidak mau menjadi seorang stayer? Lebih mudah mengatakan daripada melakukan. Mungkin saat kita mengalami seperti apa yang si istri di atas alami kita juga akan mengambil keputusan yang sama, atau dalam keadaan terjepit seperti si kakak, kita juga mungkin melakukan hal yang mulia. Atau sebaliknya? Hanya kita yang tau, oh tidak, kita dan Tuhan yang tahu.

Aku tanya diriku, "am I a stayer or a quitter?"
Ah, aku tak tahu. Anybody can help me?

God Bless,
Yang bingung

Tuhan Tidak Menjual Buah Tetapi Bibit

Lagi asyik-asyiknya diriku dengan program yang harus kuselesaikan tiba tiba aku mendapat email dari salah satu temanku. Tertegun dan bingung diriku sewaktu membaca isi email tersebut yang antara lain berisi," Lagi sibuk ngga ? kalau ngga sibuk nih gue kasih bahan renungan "Tuhan berkata, Saya tidak menjual buah tetapi saya menjual Bibit" nah coba buat renungannya".

Bingung dan geli rasanya diriku saat membaca itu. Siang bolong disuruh merenung hehehe, langsung saja aku reply emailnya dengan mengatakan kenapa ngga kamu aja yang buat renungannya.

Alhasil, tertarik juga aku untuk merenungkan kalimat yang 'dilemparkan' temanku tersebut. Tuhan tidak menjual buah tetapi Tuhan menjual bibit. Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku setelah membaca kalimat tersebut adalah perumpamaan tentang penabur (Mat 13). Sang Penabur yang tentu kita sadari sebagai Tuhan yang menebarkan bibit/benih kasihNya di dalam hati kita. Kita sendiri berdiri sebagai benih yang jatuh di tanah atau batu-batu atau semak.

Terlintas juga pikiranku saat janji Tuhan kepada Israel di kitab Yesaya," Lalu TUHAN akan memberi hujan bagi benih yang baru kamu taburkan di ladangmu, dan dari hasil tanah itu kamu akan makan roti yang lezat dan berlimpah-limpah. Pada waktu itu ternakmu akan makan rumput di padang rumput yang luas" (Yes 30:23)

Yup, Bibit memiliki arti yang sama dengan Benih. Yang bagi diriku juga memiliki arti sebagai suatu AWAL. Benih merupakan awal dari suatu buah. Benih merupakan awal dari hasil tanah yang kita kecap.

Dan Tuhan hanya menjual (red: atau lebih baik kita katakan memberi) benih dan bukan buah. Mengapa ? Secara singkat alasan yang dapat aku pikirkan adalah Ya begitulah cara Tuhan bekerja.

Tuhan kita bukan seorang pribadi yang suka memanjakan anakNya. Ia menghajar anak-anakNya tetapi Ia tidak menyerahkan anakNya kepada maut (Mz 118:18). Tuhan mau kita menjadi rekan sekerjaNya, bersama-sama dengan Dia menjadi bangunan Allah (1 Kor 3:9). Well, secara umum sering kita dengar kalau orang yang terlalu manja itu sedikit merepotkan (kata orang lho).

Tuhan mau kita memulai segala sesuatu dari hal-hal yang kecil (benih kan kecil), supaya kita setia terhadap perkara-perkara yang kecil dan barulah nanti setelah kita bertumbuh dan menjadi kuat barulah Dia akan memberi kita perkara-perkara besar untuk kita hadapi (Luk 16:10).

Sekarang mari kita mencoba berhayal. Kita ambil contoh benih suatu buah. Berawal dari benih buah yang kita miliki, kita pendam di dalam tanah. Tiap tiap harinya kita sirami dengan air. Kita beri pupuk. Kita jaga sedemikian rupa.

Beberapa minggu kemudian, mungkin benih akan bertumbuh mengeluarkan akar-akarnya dan menjalar lebih dalam untuk membentuk suatu pondasi yang kuat. Beberapa minggu berikutnya, benih semakin bertumbuh. Batang mulai keluar dari tanah, si batang sendiri harus mulai belajar bertahan terhadap serangan dari luar seperti menahan tiupan angin, hujan dan panas.

Lalu batang mulai meninggi menjadi sebuah pohon, tapi belum mampu berbuah. Kuat tidaknya pohon ini tergantung dari tahap awal bertumbuhnya benih tadi. Kalau salah pupuk, benihnya mati. Tak ada pohon tak ada buah dech. Kalau kebanyakan air, mati juga. Ngga ada buah juga.
Tapi butuh takaran yang pas baru benih bisa menghasilkan akar yang kuat, pohon yang kuat dan pada akhirnya berbuah.

Nah sama halnya dengan kita. Kita semua memerlukan tahap yang sama seperti si Benih. Tahap masih menjadi benih, belajar bertumbuh dan pada akhirnya berbuah. Tetapi sekali lagi itu tergantung dengan apa yang kita berikan pada diri kita. Kalau diri kita kita isi dengan pupuk yang baik, tentu kita bisa memiliki akar yang baik. Dari akar yang baik kita bisa menghasilkan pohon yang baik. Dan pada akhirnya berbuah.

Tuhan tidak memberi buah tetapi bibit.

Agar kita tahu bahwa tidak ada sesuatu yang besar yang dapat kita hadapi tanpa melalui yang hal-hal yang kecil dulu.

Tuhan tidak memberi buah tetapi bibit.

Agar kita tahu bahwa kita memerlukan suatu proses dalam menuju suatu kesempurnaan. Kita harus memiliki akar yang kuat untuk menghadapi segala serangan hidup.

Tuhan tidak memberi buah tetapi bibit.

Karena Dia mau kita bertumbuh dan berbuah. Dan buah kita adalah tetap sampai seluruh bangsa menjadi muridNya.

Apa jadinya kalau Tuhan hanya langsung memberi Buah?

Tuhan memberkati,
Kwang

Kesan Baik Kesan Buruk

Kemarin malam saat aku sedang berada dalam perjalanan pulang menuju ke singapura setelah menyelesaikan liburanku, tiba-tiba bapak yang duduk di sebelahku mengajak bicara. Dalam keadaan lapar dan sedikit pusing karena vertigo yang mau kumat terpaksa aku dengarkan cerita si bapak yang ternyata seorang warga singapura beristrikan seorang wanita dari Jogja.

Sang bapak mengeluh mengatakan betapa jeleknya dan kurang ajarnya petugas imigrasi di Jakarta. Diikuti dengan suara mendayu sang ibu yang sedang menggendong putrinya; ia mengatakan bahwa saat mereka tiba di Jakarta ternyata petugas imigrasi tidak memberikan tanda masuk ke negeri tercinta sang istri; alhasil kemarin sore mereka sempat kerepotan saat dituduh masuk ke Indonesia secara illegal.

Lucu juga mendengar komentar sang ibu, yang mengatakan "lah wong sama-sama Indonesia kok begitu yach de". Dengan berat hati aku katakan kepada beliau bahwa ini bukan suatu yang baru, bukan pertama kali aku dengar hal seperti ini.

Pendek kata, sang bapak dan ibu kecewa sekali, kasihan juga saat mendengar cerita mereka yang pada akhirnya memang diperbolehkan lewat setelah memberikan uang sekitar 1 juta rupiah seperti yang diminta oleh sang petugas. Diselipin aja di dalam passport katanya.

Setelah berpisah dengan mereka, aku renungkan kejadian tersebut. Kesan baik kesan buruk, dari cerita tadi yang tertinggal hanyalah kesan buruk. Ya, hanya kesan buruk yang tertinggal bagi si bapak warga singapura yang beristrikan warga Indonesia tersebut. Aneh dan jahat sekali katanya mengapa ada petugas negara yang berani bersikap seperti itu.

Kesan baik kesan buruk, aku bertanya pada diriku sendiri, kesan apa yang aku berikan kepada orang-orang ada di sekelilingku?

Tak jarang aku dengar orang sering berkata, mengapa harus perduli pada orang lain, yang penting kita tidak mengganggu mereka, atau ada yang mengatakan selama aku sendiri baik, cukuplah; mengapa harus sibuk ngurus orang lain?

Aku baca juga sharing dari salah satu anggota komunitasku (Sharing Suki ttg "Apakah anda seorang pelayan?"). Memang pada kenyataannya, aku tidak berbeda jauh dengan si petugas imigrasi yang memberikan kesan buruk kepada si bapak tadi; seringkali tidak aku sadari bahwa sikap, mimik wajah, sikap tubuh, tingkah laku, intonasi suara yang aku lakukan sering tidak terlihat seperti seorang pelayan.

Ya, walau aku tidak terang-terangan meminta jasa tapi seringkali sikap hatiku lebih memancarkan kesan yang buruk daripada kesan yang baik.

"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga", begitu yang dikatakan dalam Matius 5:16.

Lalu seperti apa yang dikatakan Rasul Paulus dan Timotius kepada umat di Filipi,"Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku" (Filipi 4:14)

Atau seperti yang tertulis dalam III Yohanes 1:6,"Mereka telah memberi kesaksian di hadapan jemaat tentang kasihmu. Baik benar perbuatanmu, jikalau engkau menolong mereka dalam perjalanan mereka, dengan suatu cara yang berkenan kepada Allah".

Orang bilang yang penting kita setia kepada Tuhan, bener juga sih, tapi setia seperti apa? Hanya tahu kalau Yesus itu Tuhan? Rajin ke gereja dan beriman? Tapi kata Yakobus, Iman tanpa perbuatan adalah mati.

Kalau aku hanya sibuk sama diriku sendiri dan terus menebarkan kesan yang buruk kepada orang di sekelilingku, apa ini termasuk iman tanpa perbuatan? Iman seperti apa yang aku punya? Iman kepada Yesus Kristus? Yang adalah Kasih? Tapi terhadap sekeliling aku malah tidak memberikan kasih? Ungkapan kasih yang hanya sebatas senyum saja, tapi bukan gosip.

Ah, senyum simpul melintas kaku, di atas bibir yang diam membisu. Cuma bisa berharap, moga-moga perbuatanku bersinar terang dan kesan baik terlihat bercahaya, sehingga tak malu saat menyebut diri seorang percaya.

Yang pengen bisa beri kesan baik,
Kwang.

Explanation of God

Tulisan di bawah aku dapatkan dari chain email; menarik juga untuk dibaca.

Explanation of God...

One of God's main jobs is making people. He makes them to replace the onesthat die, so there will be enough people to take care of things on earth He doesn't make grown ups, just babies. I think because they are smaller and easier to make. That way he doesn't have to take up his valuable time teaching them to talk and walk. He can just leave that to mothers and fathers.

God's second most important job is listening to prayers. An awful lot of this goes on, since some people, like preachers and things, pray at times beside bedtime. God doesn't have time to listen to the radio or TV because of this. Because he hears everything, there must be a terrible lot of noise in his ears,unless he has thought of a way to turn it off.

God sees everything and hears everything and is everywhere which keeps Him pretty busy. So you shouldn't go wasting his time by going over your mom and dad's head asking for something they said you couldn't have.

Atheists are people who don't believe in God. I don't think there are any in Chula Vista At least there aren't any who come to our church.

Jesus is God's Son. He used to do all the hard work, like walking on water and performing miracles and trying to teach the people who didn't want to learn about God. They finally got tired of him preaching to them and they crucified him But he was good and kind, like his father, and he told his father that theydidn't know what they were doing and to forgive them and God said O.K.

His dad (God) appreciated everything that he had done and all his hard work on earth so he told him he didn't have to go out on the road anymore. He could stay in heaven. So he did. And now he helps his dad out by listening to prayers and seeing things which are important for God to take care of and which ones hecan take care of himself without having to bother God. Like a secretary, only more important.

You can pray anytime you want and they are sure to help you because they got it worked out so one of them is on duty all the time.

You should always go to church on Sunday because it makes God happy, and if there's anybody you want to make happy, it's God! Don't skip church to do something you think will be more fun like going to thebeach. This is wrong. And besides the sun doesn't come out at the beach until noon anyway.

If you don't believe in God, besides being an atheist, you will be very lonely, because your parents can't go everywhere with you, like to camp, but God can. It is good to know He's around you when you're scared, in the dark or when you can't swim and you get thrown into real deep water by big kids.

But...you shouldn't just always think of what God can do for you I figure God put me here and he can take me back anytime he pleases.

And..that's why I believe in God.

Tuesday, August 22, 2006

Hemat vs Boros

*Renungan di masa lalu*

Singapore, 14 Januari 2002

"Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, -- dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini." (2 Korintus 8:7)

Ibuku sering sekali mengingatkanku tentang hemat. Dari sejak aku kecil bahkan sampai sekarang ini. Setiap kali aku menelpon ke rumah, tak pernah sekalipun dia lupa mengingatkan aku untuk berhemat. Hemat dalam berbelanja atau belanja seperlunya. Hemat dalam waktu atau jangan menggunakan waktu untuk sesuatu yang tidak berguna. Hemat dalam tindakan dalam arti jangan melakukan sesuatu yang tidak berguna.

Tapi sering juga aku berpikir, hidup hanya sebentar buat apa kita berhemat. Nanti hasil jerih payahku sendiri tidak dapat aku nikmati. Sering pula aku katakan hemat hemat nanti sewaktu aku mati semua yang aku hematkan tidak dapat aku bawa.

Tapi aku sadar kalau itu hanya menunjukkan kematerialistisan diriku semata. Setiap mendengar kata hemat atau berhemat yang aku pikirkan hanyalah harta kekayaan materi.

Aku tak sadar kalau hemat juga bisa aku lakukan untuk banyak hal. Seperti hemat waktu, hemat bicara, hemat kerja, hemat berpikir, dan hemat lainnya.

Hemat waktu maksudnya kita berhemat atas waktu yang telah Tuhan berikan pada kita di dunia ini. Tidak menghabiskan waktu dengan melakukan sesuatu yang sia-sia atau bahkan menjauhkan diri dari Tuhan yang memberikan waktu pada kita. Ya seperti menonton televisi (sepakbola tepatnya kalau untuk saya) sampai berlarut larut dan lupa akan komitmen dan kewajiban kita untuk mengucap syukur atas waktu yang telah Tuhan beri.

Hemat bicara bukan berarti kita diam seribu bahasa. Bukan pula berarti kita cuek dengan sesama atau biar kelihatan "cool". Tapi hemat dalam berbicara yang sia-sia yang dapat menyakiti Tuhan atau sesama (sorry guys kalau gue bawel). Yang dapat berakibat merusak hubungan kita dengan teman bahkan saudara, yang berarti pula merusak hubungan kita dengan sosok Yesus yang dipancarkan dari mereka.

Hemat kerja bukan berarti kita berleha-leha saat melihat orang lain bersusah-susah. Melainkan kita berhemat dalam melakukan pekerjaan yang sia-sia pula. Yang sia-sia? Pekerjaan apa? Pekerjaan yang membuat diri kita lebih mementingkan diri kita sendiri dari pada orang disekeliling kita. Saat kita memilih untuk tidak melihat orang yang membutuhkan pertolongan di sekeliling kita dengan berbagai alasan yang kita buat agar kita tidak merasa bersalah. Ya, seperti perumpamaan orang samaria yang baik hati, yang lebih memilih membantu daripada berlalu, dia sudah berhemat kerja.

Hemat berpikir bukan berarti kita harus menjadi orang-orang intelek yang bodoh dan malas. Hemat berpikir berarti hemat dalam memikirkan yang tidak sehat, tetapi lebih memikirkan hal-hal yang membangun sesama dan kita bersama Tuhan. Hemat memikirkan gosip tetangga, hemat memikirkan mengapa si A ini begitu atau si B ini begini yang pada akhirnya hanya akan memperkeruh masalah. Hemat memikirkan kekwatiran akan sesuatu yang kita sendiri tidak tahu apakah itu benar atau tidak.

Kalau aku pikir-pikir lagi, ada tersirat maksud "boros" disana. Setelah berhemat akan hal hal diatas, sepertinya aku harus memboroskan diriku dengan melakukan segala sesuatu yang menjadi lawan dari hemat di atas.

"Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, -- dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini." (2 Korintus 8:7)

Rasanya aku harus "memboroskan" diriku dengan membagi-bagikan waktuku untuk melayani sesamaku daripada melayani diriku sendiri. "Memboroskan" diriku dalam berbagi perkataan yang menguatkan saudaraku disaat mereka kesusahan. "Memboroskan" diriku untuk lebih menyediakan waktu untuk Tuhan dan temanku yang membutuhkan. Bukan hanya teman yang aku sukai tapi semua dari mereka yang aku kenal dan kasihi.

"Memboroskan" yang tentu saja tanpa melupakan sisi "hemat" yang tertulis diatas.

Hemat vs Boros, ah, sepertinya ibuku lebih mengerti apa yang baik untuk diriku. Jadi kangen sama ibu.

Cheers,
Kwang

"Kita adalah manusia Rohaniah (manusia ilahi) bukannya manusia duniawai yang melakukan hal-hal yang rohani"...

Barang Palsu

*Renungan di masa lalu*

Singapore, 16 Januari 2002

Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Markus 2:17)

Kemarin siang, sewaktu aku lagi asyik-asyiknya berkutat dengan programku yang harus kuselesaikan paling lambat sore ini. Tiba tiba aku ditanya oleh teman kerjaku apakah aku ingin membeli jam tangan. Ternyata, entah bagaimana 2-orang gadis dapat masuk dan menjajakan jam tangan ber-merk Swiss Army di sudut sofa tamu.

Dengan senyum manis mereka menawarkan jam yang ternyata di minati oleh sebagian teman temanku. 30 puluh dollar untuk sepasang jam tangan pria dan wanita. Murah sekali kelihatannya.

Satu hal yang lucu, semua temanku tahu kalau itu barang palsu alias bukan buatan original dari swiss army. Tapi bentuk dan rupa jam tangan tersebut tetap menarik hati setiap orang yang duduk di sana.

Kalau aku pikir pikir aku ini mirip dengan jam palsu itu.

Aku yang ber-merk-an agama Katolik di KTP-ku dan semua jadwal kegiatan pelayananku, senyum manis waktu melayani, tawa canda waktu berkumpul bersama, sikap khusyuk waktu berdoa, sampai sikap hormat mati-mati-an waktu menerima hosti.

Aku rasa dunia juga seperti itu. Aku selalu diharapkan untuk bertindak seolah-olah aku tidak pernah mempunyai masalah, tidak boleh menunjukkan kesakitan atau kepedihan yang sedang kita alami. Aku tidak dapat pergi ke sekolah sambil menangis tanpa di ejek atau digosipin orang. Tidak bisa pergi ke kantor dengan wajah depresi karena tekanan pekerjaan. Atau bahkan tetap harus tersenyum sewaktu berkumpul bersama di persekutuan doa walau perasaan lagi sedih.

Aku juga merasa kalau di dunia ini orang-orang tidak perduli apakah aku ini palsu atau tidak. Malah lebih suka yang palsu-palsu.

Yang penting jam tangan-nya murah, kata temanku. Yang penting aku tidak merepotkan orang lain dengan segala kesedihan, sehingga tidak menghabiskan waktu mereka untuk berbicara padaku.

Aku lebih disukai kalau aku tidak bermasalah, kalau aku kelihatan selalu ceria, kalau aku selalu dapat memberikan jawaban yang menyenangkan hati dan kalau aku menutup mulutku pada waktu aku ingin sekali mengatakan bahwa aku terluka.

Tapi satu hal yang aku mengerti adalah walau murah dan menarik, jam tangan palsu tersebut biasanya akan lebih cepat rusak dibandingkan yang asli. Karena bahan dan onderdil yang palsu pula yang digunakan didalamnya.

Sama halnya dengan diriku yang palsu ini, aku tau memang aku akan kelihatan menarik jika aku selalu terlihat dalam kepalsuanku, tetapi aku juga tau kalau aku akan lebih cepat 'rusak' karena kepalsuanku.

Aku juga berpikir pasti capek sekali rasanya menjadi manusia "carbon-copy". Yang terang dihalaman depan tetapi semakin kabur jikalau dilihat lembar demi lembar di belakangnya. Kelihatan selalu ceria dan bahagia tetapi hancur di dalamnya.

Dan, aku percaya bukan itu yang Yesus mau dari diriku. Dia tidak perduli betapa baiknya diriku, betapa jeleknya diriku atau betapa hancurnya hatiku. Yang Dia perduli adalah keberadaanku yang sebenarnya.

Dia tidak mau kita datang kepada Dia dan tersenyum serta berkata, "Oh, I am doing just fine, thanks!" Sekali-kali tidak. Karena Dia tidak seperti dunia ini, kalau aku ngga ok, aku juga percaya Tuhan dapat menerimaku dalam ketidak-ok-an ku.

So, I said to myself. Stop saying that you are ok when actually you are not ok. God can deal with it and Stop playing cool.

Tapi yahh tetap saja, jam palsu itu menarik untuk di beli.

Yang mencoba tidak menjadi palsu,
Kwang.

Sepatu

*Renungan di masa lalu*

Singapore, 10 Oktober 2002

Ada kalanya aku berpikir bahwa manusia ini mirip seperti sebuah sepatu. Ya, mirip sebuah sepatu yang berkilap cemerlang sehabis disemir.

Sepatu yang habis disemir terlihat indah, sama seperti waktu manusia diciptakan oleh Allah, indah seturut rupa dan gambarNya serta juga berkat berkat karunia yang Tuhan berikan pada manusia.

Sepatu butuh disemir secara berkala kalau tidak rusak, sama seperti manusia yang perlu disayang secara nyata kalau tidak nanti bermasalah.

Sepatu butuh pasangannya agar menjadi lengkap dan berguna, sama seperti manusia butuh keluarga atau komunitas agar menjadi lengkap dalam kebutuhannya.

Sepatu butuh perhatian; jikalau kotor dibersihkan, kusam disemir, alasnya menipis disol atau diganti, sama seperti manusia butuh perhatian; jika lagi sedih dihibur, lagi bingung dibimbing, lagi lapar diberi makan.

Tetapi sama halnya seperti manusia

Sepatu tidak bisa berjalan sendiri tanpa tuannya, sama seperti manusia tidak bisa berjalan sendiri tanpa Tuhannya.

Sepatu yang mewah sekalipun akan hanyut atau bahkan tenggelam di laut jikalau tidak menempel pada kaki tuannya, sama seperti manusia juga akan "hanyut" atau bahkan "tenggelam" dalam dunia jikalau ia tidak "menempel" pada Tuhannya.

Ya, mirip sebenarnya.

Sepatu butuh tuannya agar benar benar berguna sebagai sepatu; apalah artinya sepatu mewah jikalau hanya dipajang saja dan tidak dapat digunakan oleh tuannya.

Sedang manusia butuh Tuhannya untuk bertumbuh dalam hidupnya; apalah artinya manusia yang penuh karunia jika hanya disimpan saja tanpa mengembangkan iman atau bakat dan karunia agar berguna bagi Tuhan dan orang disekitarnya.

Sepatu oh sepatu, kamu butuh tuanmu.
Manusia oh manusia, cepat cari Tuhanmu.

Tuhan memberkati,
Kwang

Happy Birthday Mother

*Renungan di masa lalu*

September 8, 2002 is the Mother Mary's Birthday, begitu yang dikatakan oleh Rm. Joseph pada perayaan ekaristi sabtu lalu. Terlihat begitu indah bunga bunga yang mengelilingi patung Maria di hadapan semua umat. Bahkan saat misa berjalanpun tetap ada beberapa umat yang tak henti hentinya menambahkan bunga bunga yang begitu indah disekeliling patung bunda Maria.

Aku duduk tersenyum melihat begitu banyak bunga di hadapanku, ah mungkin sekarang bunda maria sedang sibuk menata rumahnya di surga hahahaha. Begitu banyak anak-anaknya datang memberi hadiah; baik bunga, doa ataupun pujian.

Kembali aku tersenyum saat melihat umat berbondong bondong keluar untuk membeli lilin, saat diumumkan bahwa akan ada perarakan patung bunda maria tepat setelah misa selesai. Ternyata Bundaku ini laku juga dengan memakai nama Maria ternyata bisa jadi object marketing yang hebat hahahaha.

Maria, Ibuku, Ibu kita, Ibu segala bangsa. Sosok yang telah lama sekali aku kenal. Sejak aku duduk di bangku sekolah dasar mendengar pelajaran agama. Maria yang memberi contoh kerendahan hati yang sempurna dari seorang manusia. Yang memberi contoh ketaatan yang sempurna dari seorang manusia. Yang memberi contoh kesetiaan yang sempurna dari seorang manusia.

Ya, kadangkala aku dengar diriku atau temanku berkelit saat romo atau pengkotbah mengatakan lihatlah kesetiaan Yesus, ketaatan Yesus. Mereka sering berkelit dengan mengatakan," Ah, Yesus kan Tuhan, ceng li lah dia bisa setia and taat sampai mati". Ada benarnya sih J walau Yesus itu 100 % manusia dan 100 % Tuhan. At least dia itu Tuhan. Nah aku kembali tersenyum, kalau maria tentu aku tidak bisa berkelit lagi. Maria kan manusia seperti diriku.

Maria, hmm mungkin sudah bosan aku dengar ini. Yang perawan, yang menerima kabar dari malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung. Yang menerima segala hinaan, kan pada waktu dulu bisa dihukum mati tuh alias dirajam karena hamil tanpa nikah. Maria yang setia pada saat Yesus melayani, setia pada saat Yesus menderita, bahkan setia dibawah kaki salib pada saat Yesus mati. "Ibu, inilah anakmu. Dan inilah IbuMu". Kurang lebih begitulah kata-kata Yesus kepadaku sebagai muridnya.

Ya, Maria adalah Ibuku, sosok yang nyata, sosok seorang manusia yang setia. Dengan senang hati aku bersama teman-temanku mengangkat bunda pada saat acara perarakan, berkeliling gereja kami angkat bunda kami.

Mungkin sudah saatnya aku lebih lagi menanggapi cinta Tuhan melalui wujud bundaku ini. Sudah saatnya aku lebih menghormati bundaku. Sudah saatnya aku belajar lebih lagi setia seperti Maria yang setia. Belajar berkorban seperti Maria yang berkorban. Belajar berserah seperti Maria yang berserah. Hanya kepada Bapa.

Masih terngiang pesan romo Joe, biarlah kita dapat seperti lilin lilin yang kita nyalakan ini. Seperti Maria sendiri yang telah menjadi lilin bagi kita semua. Yang memberikan dirinya untuk menjadi terang bagi orang disekelilingnya. Yang memberikan segalanya habis terbakar untuk orang lain disekitarnya.

Selamat Ulang Tahun, bundaku. Semoga engkau tetap selalu menjadi bundaku untuk selama-lamanya. Menjadi bundaku yang berarti aku harus belajar menyerupai engkau yang setia sama seperti kakak sulungku, Yesus, dalam dirinya sebagai seorang manusia.

Salam maria penuh rahmat Tuhan sertamu,
Terpujilah engkau diantara wanita,
Dan terpujilah buah tubuhmu Yesus,
Santa maria bunda Allah,
Doakanlah aku yang berdosa ini,
Sekarang dan waktu aku mati.
Amin.

Tuhan memberkati,
kwang.

God's Standard

*Renungan di masa lalu*

Singapore, 21 Agustus 2002

Matius 20: 1 - 6; berbicara tentang seorang tuan rumah yang pagi pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Pada pagi hari dia mendapat pekerja, pada tengah hari dia juga mendapat pekerja. Juga pada pukul 5 petang menjelang hari kerja usai ia mendapat pekerja. Semua diminta bekerja di ladangnya. Masing masing pekerja mendapat satu dinar satu hari demikian upah mereka.

Kalau kita lihat, dapat kita katakan bahwa dalam Injil Matius ini Yesus memberikan contoh yang tidak baik untuk dunia bisnis dan ada tendensi dimana terjadi suatu manipulasi kekuasaan dan sikap pilih kasih.

Yang datang kerja dari awal mendapat upah satu dinar, yang datang paling akhir juga tetap mendapat satu dinar. Wah ngga adil kan.

Tapi, apa yang ingin disampaikan dari bacaan injil ini bukanlah soal untung ataupun rugi dalam upah mengupah. Ataupun bukan soal pilih memilih kasih melainkan ini menunjukkan kepada kita bahwa HANYA Tuhanlah yang akan selalu menjadi hakim bagi apa yang menjadi hak/ milik kita dan kita tidak dapat mencari hakim lain.

Singkat kata: Jalan Tuhan bukanlah jalan manusia. Dalam dunia bisnis (jalan manusia) persoalan upah tersebut biasanya akan menjadi suatu keributan, percekcokan bahkan gosip dan kerusuhan.

Tetapi dalam bisnis Tuhan semuanya berbeda. Dan sonner or later we have no choice but to take up God's bussiness. Bisnis Tuhan tidak terbatas oleh waktu dan tempat jadi tidak ada takaran apapun dari manusia yang bisa mengukur betapa efisiennya hidup kita di dalam dunia ini dan berapa besar upah yang layak kita terima.

Dalam dunia kita manusia, itelektual, skills, waktu dan service serta tingkat akademik anda yang menjadi ukuran seberapa besar gaji dan reward yang layak kita terima. Sekali lagi tidak demikian dengan Tuhan, Tuhan selalu melihat kenyataan yang ada, betapa kita setia atau tidak dalam hukum dan kebenarannya. Ia mengukur semuanya dari dasar hati.

Bagi Tuhan hanya ada dua hal yang terpenting: "Cinta kita kepada Tuhan dan cinta kita kepada sesama kita".

Kualitas hubungan kita dengan Tuhan tidak tergantung dengan waktu dan tempat, tidak tergantung suatu kondisi, tidak tergantung akan kompensasi ataupun hutang, tidak tergantung laws of demand and supply, tetapi hanya suatu hubungan cinta yang didasari oleh self-giving dan sacrifice, of forgiveness and humility.

Begitupun halnya dalam pelayanan kita yang notabene seharusnya termasuk dalam bisnis Tuhan. Jangan hendaknya kita mengukur semuanya dengan menggunakan ukuran dunia bisnis. Tapi hendaknya kita mendasarkan pelayanan kita pada penyerahan diri dan pengorbanan, pengampunan dan kerendahan hati.

Tuhan memberkati,
Kwang.

Friday, August 11, 2006

Senada Tak Seirama

Malaysia, 11 Agustus 2006
Tak lama setelah aku dan istriku sampai di rumah tadi malam; tiba-tiba istriku berkata kalau sungguh beruntung kita sudah mengenal Tuhan sehingga kita dapat belajar mengerti arti kasih yang sebenarnya.

Beberapa waktu sebelumnya, saat kami berkunjung ke rumah saudara seiman kami; salah satu topik yang mengundang pembicaraan kami adalah motto pemilik suatu rumah makan terkenal di indonesia; rumah makan ini sekarang juga ada di malaysia. Motto yang berbunyi "Banyak Istri Banyak Rejeki" yang terpampang di setiap rumah makan si empunya beserta gambar beliau dengan semua istri-istrinya. Motto yang baru pertama kali ini aku dengar or lihat saat berkunjung ke rumah makan beliau sendiri.

Mengelitik juga rasanya saat membaca motto beken milik si empunya rumah makan. Aku jadi ingat dengan banyak warga keturunan cina di kampungku dulu, "Banyak Anak Banyak Rejeki" katanya. Senada tapi dak seirama. Sang empunya rumah makan mungkin juga menganut motto yang sama tetapi lebih fokus pada pendampingnya; walau banyak istripun berarti banyak anak bukan?

Tapi, bukan ini yang ingin saya sharingkan. Bukan soal rejeki; ataupun soal poligami.

Aku berpikir; dimana letak kebenaran motto tersebut? Aku coba renungkan dan pikirkan; apa yang Yesus pikir tentang mottor tersebut?Apa pula yang seorang kristen pikirkan tentang hal tersebut? Aku dengar dari sharing temanku; banyak orang yang seakan memuja motto tersebut; bahkan banyak pula yang menentang motto tersebut.

Aku temukan kalau ini pasti bukan motto hidup seorang pengikut kristus walau kalau kita baca dalam kitab perjanjian lama banyak dari manusia di jaman itu hidup dengan lebih dari 1 istri. Yesus sendiri menjelaskan semua ini dalam kitab yang ditulis Matius. Matius 19: 6 berkata demikian, "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu". Aku melihat satu hal yang lebih dalam di atas topik perceraian yang dibahas Yesus dengan murid-muridnya saat itu (Baca Matius 19: 1 - 12)

Bahwa mereka yang menikah telah disatukan oleh Allah menjadi satu! Ya, SATU! bukan dua, bukan tiga, bukan empat tetapi satu. Yesus juga menjelaskan mengapa pada jaman nabi Musa; manusia "diijinkan" untuk bercerai dan memiliki istri atau suami yang lain; semua itu dikatakan karena kedegilan hati mereka sendiri. Yesus bahkan menegaskan bahwa semua itu tidak benar adanya.

Aku coba berpikir dengan ilmu matematika-ku yang tak begini canggih. Kalau suami memilik satu istri adalah 1; kalau aku memilik istri 2 berarti setengah?. Kalau tiga berarti aku dibagi 3 istri (sepertiga); dari mana rejekinya? bukankah ini memecahkan KEPENUHAN rahmat dari Allah?

Jikalau Allah sendiri menetapkan bahwa suami dan istri adalah satu; bagaimana kita bisa memperoleh banyak rejeki kalau kita malah menentang apa yang telah ditetapkan Allah yang kuasa?

Aku dan istriku percaya kalau rejeki yang kami dapatkan adalah berasal dari Tuhan; ini diteguhkan dengan lantunan mazmur 111 yang berbunyi "DiberikanNya rejeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjianNya" (Maz 111:5)

Ya, diberikanNya rejeki kepada orang yang takut akan Dia; yang taat pada perintahNya bukan pada mereka yang taat akan perintah atau amanat diri sendiri.

Ah, tapi ini hanya pengertianku semata. Aku rasa aku tidak akan memperoleh banyak rejeki walau aku memiliki lebih dari satu istri. Malah tambah masalah rasanya.

Ya, benar jawabku atas komentar istriku itu. Sungguh beruntung kita telah mendapat rejeki untuk boleh mengenal Tuhan serta ajaran-ajaran kasihNya; walau kadang kita harus jatuh bangun dalam usaha kita untuk taat padaNya; kita tahu bahwa Tuhan menghendaki kita untuk menjadi satu. Itulah rejeki bagi kita sebagai anak-anakNya.

Sambil tersenyum aku berpikir, mungkin kalau aku punya rumah makan sendiri; aku buat gambar tulisan mottoku dengan ukuran yang lebih besar dari si empunya rumah makan terkenal tersebut.

Banyak Kasih Banyak Rejeki.

Ya, motto hidup kami bersama; walau senada dalam kata dengan motto si empunya rumah makan tapi tak seirama dalam arti dan penghayatan. Senada tak seirama.

Ef. 5:23karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.

Ef. 5:24Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.

Ef. 5:25Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya

Ef. 5:28Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.

Tuhan memberkati,
Kwang

Tuesday, August 08, 2006

It can't fit into my little brain!

Malaysia, 8 Agustus 2006

Hari Jumat yang lalu tepatnya tanggal 4 Agustus yang lalu, aku dan istriku berkunjung ke dokter yang direkomendasi oleh pendeta dan teman kami Eddie Chang. Tujuan kami tak lain adalah memeriksa kesehatan kami terutama dalam hal kesuburan hormon dan kehamilan.

Bukan rahasia lagi kalau kami merindukan keturunan dariNya dan sampai saat ini Puji Tuhan kami belum diijinkan untuk menerima rahmat suci tersebut. Tapi kami berdua tetap percaya bahwa semua adalah seturu waktuNya. Ini dikuatkan dengan apa yang kami alami.

Suatu hal yang mungkin anda semua akan anggap lucu; kami sendiri tertawa dengan tak henti saat merenungkan ini.

Sebelumnya, aku ingin bertanya; pernahkah diantara anda semua melihat sperma? Wah si Kwang ngomongin yang nggak-nggak nih; tenang saja ini bukan sharing tentang biologi, itu sudah cukup waktu di sekolah. Ini hanya tentang kemisteriusan Tuhan semata.

Aku dan istriku belum pernah melihat sperma; dalam arti lebih daripada melihat cairan putih yang pernah kita lihat pada buku biologi atau majalah kesehatan lainnya. Saat dokter mengajak kami melihatnya melalui mikroskop; kami terkejut dan tersenyum bahkan tertawa di dalam hati.

Kami liat banyak sekali 'mahluk' (aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk ini) yang berbentuk mirip seperti anak katak (brudu) 'berenang' ke sana ke mari. Aku geser kepalaku menjauh dari mikroskop tersebut; eh hanya cairan putih; aku lihat lagi ke dalam mikroskop; terlihat lagi begitu banyak 'mahluk' yang bergerak ke sana ke mari.

Alhasil; kami pulang setelah menerima hasil pemeriksaan kami.

Malam sebelum tidur; kami berdua membagikan apa yang kami alami dan rasakan dari peristiwa ini.

Aku katakan pada istriku; Tuhan itu hebat yach. Aku ngga abis pikir; dari 'mahluk' sekecil itu setelah ketemu dengan telur wanita dapat terbentuk manusia manusia yang ada di dunia ini. Dari sosok yang tidak kasat mata; bahkan perlu mikroskop; malah terbentuk sosok manusia yang gagah ataupun cantik.

Aku coba cerna semua itu dalam otakku; tapi rasanya pengetahuan ini tidak dapat masuk ke dalam otakku yang kecil ini. Mungkin ada yang berkata, secara biologis itu merupakan suatu proses evolusi dari pertemuan sel pria dan wanita, terbentuk janin, dan seterusnya dan seterusnya. Tapi aku katakan kepada istriku; tetap saja ini merupakan mujizat Tuhan; kok sel pria dan wanita ketemu bisa jadi janin manusia?

Kami berdua setuju kalau inilah arti kemisteriusan Tuhan kita. Suatu yang jauh lebih besar dari apa yang kami bayangkan; jauh lebih indah dari apa yang telah kami rasakan. Bahkan jauh lebih tinggi dari apa yang kami perkirakan.

It can't fit into my little brain!

Mungkin ini dapat disamaartikan dengan Iman; Mat 17:20 berkata hanya dengan iman sebesar biji sesawi kita dapat memindahkan gunung perkara dalam hidup kita. Tidak ada yang mustahil kataNya.

Atau ini juga dapat diartikan dengan misteri Allah Tritunggal; Bapa Putra dan Roh Kudus; yang tidak dapat manusia mengerti dengan otaknya yang kecil tentang kebesaran dan kedalaman dari ketiga pribadi tapi yang adalah satu.

Atau ini juga berarti betapa aku, kita, manusia memerlukan Tuhan kita. Kita hanyalah 'mahluk' kecil yang pada mulanya tidak dapat dilihat dengan kasat mata! Tapi Tuhan membuat kita menjadi manusia yang dapat berkarya di dunia! Dahsyat!

Ah, tak hentinya kami berdua mengucapkan syukur kami. Bahkan kemisteriusan ini membuat kami ngeri akan kebesaran dan kuasa Tuhan kita! membuat kami sadar kalau manusia tak pantas bersombong atas segala apa yang mereka miliki.

I try to put all this into my brain again; argghh it just can't fit in!

Allah Hidup dan aku berdiri di hadapanNya!

God Bless,Kwang

MAT 13:52

MAT 13:52
Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya."
(ALKITAB TERJEMAHAN BARU)

Dalam hati aku berkata; ugh Huseng kasih home-worknya susah bener :) Ngga mungkin aku mampu membagikan apa yang aku dapatkan dari firman ini tanpa membaca seluruh pasal dan perumpamaan-perumpaan lainnya. Tapi apa hendak dikata; terlanjur bilang iya dan aku harus komit pada janjiku tersebut :)

Yok, kita mulai.

Berbicara tentang Kitab Matius terutama tentang pasal 13, tentu kita ingat akan perumpamaan perumpamaan yang Yesus bicarakan di dalamnya. Dari perumpamaan seorang penabur (Ayat 3 - 9); perumpamaan biji sesawi (Ayat 31 - 32) dan juga perumpamaan tentang ragi (Ayat 33).

Yesus juga menjelaskan mengapa Ia menggunakan perumpamaan saat Ia ditanya oleh murid-muridNya. Kalau kita baca perumpamaan-perumpamaan tersebut; kepada siapakah semua perumpamaan itu dimaksudkan? Kepada murid-muridNya atau kepada Ahli Taurat (Orang orang Farisi)?

Ayat 13:11 mengatakan "Kepadamu (read: pengikut Yesus saat itu) diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak". Ayat ini menjawab bahwa perumpamaan tersebut secara nyata ditujukan kepada Ahli Taurat (Orang Farisi) dan termasuk juga kita semua yang tebal hatinya, berat telinganya untuk mendengar dan matanya melekat tertutup :)

Dalam arti, Yesus mengerti akan batas iman dan pengertian seseorang. Dia tau seberapa besar iman kemampuan untuk mengerti kebesaran dan misteri KASIHNya. Ini menjelaskan mengapa pengalaman hidup setiap manusia itu berbeda-beda; karena Tuhan mengijinkan semua itu terjadi seturut kemampuan dan pengertian mereka.

Dalam semua perumpamaan ini kita juga melihat kebesaran Tuhan untuk mengingatkan kita bahwa kita juga HARUS sadar dan senantiasa berjaga-jaga. Mungkin saat ini banyak dari kita yang merasa kalau kita sudah 'aman'. Kita sudah rajin ke gereja; kita sudah rajin berdoa; kita sudah rajin membaca firman; kita melayani; dan semua yang baik deh.

Tapi yang menjadi pertanyaan apakah kita tahu mengapa kita ke gereja, mengapa kita berdoa, mengapa kita harus membaca firman, apakah kita mengerti arti firman yang kita baca dan untuk apa kita melayani?

Rajin ke gereja? apakah karena itu timbul dari kecintaan kita kepada Tuhan; atau hanya ikut teman dan rutinitas semata?

Rajin berdoa? apakah yang kita doakan hanya 3 orang saja? yaitu Me, Myself and I? sekedar wish list? ataukah doa kita lebih dari itu semata?

Rajin baca firman? apakah kita renungkan arti firman yang kita baca? sebab firman Tuhan tidak mengatakan kalau "bacalah firmanKu 3 Bab sehari; atau 1 bab sehari? tapi Firman Tuhan berkata, perkatakanlah dan renungkanlah siang dan malam (Yos 1:8)

Rajin melayani? apakah kita melayani hanya untuk ketemu teman; habis pelayanan beres langsung loe loe gue gue atau benar benar mengharapkan suatu pembaharuan budi bagi diri kita dan sesama yang kita layani?

Sebab kalau kita hanya melakukan itu semua untuk alasan yang muluk-muluk dan untuk kemegahan diri semata; maka kita akan mudah hancur dan hilang arah sebab disekeliling kita ada banyak ‘lalang’ yang siap menelan kita. Dan akhirnya kita terhilang (walau dari mata dunia kita adalah manusia yang rajin berdoa, ke gereja, melayani, dll) dan dibakar bersama ‘lalang’ tersebut.

Karena itu jangan aneh ada banyak hamba Tuhan yang merasa dirinya suci dan baik tapi sebenarnya tidak membawa pembaharuan budi (seperti sharing Huseng sendiri sebelumnya)

Puji Tuhan di tempat kudusNya!! Melalui Mat 13; Yesus kembali mengingatkan kita akan semua ini.

Dan Yesus rangkumkan semuanya melalui Ayat 52.

Menurut pengertianku yang terbatas ini; Matius 13:52 MENEGASKAN kembali arti semua perumpamaan yang diberikan Yesus yaitu tentang sesuatu yang telah aku sharingkan sebelumnya. Tentang Pembaharuan Budi!

Alkitab Kabar Baik (BIS) menulis begini:
Mat 13:52 - Lalu Yesus berkata, "Itu sebabnya setiap guru agama yang sudah menjadi anggota umat Allah, adalah seperti seorang tuan rumah yang mengeluarkan dari tempat hartanya barang-barang baru dan lama." (BIS – ALKITAB KABAR BAIK)

Alkitab Terjemahan Lama berkata begini:
Maka kata Yesus kepada mereka itu, "Sebab itu, tiap-tiap ahli Taurat, yang menjadi murid pada hal kerajaan surga, ialah seumpama seorang tuan rumah, yang mengeluarkan daripada hartanya yang tersimpan barang yang baharu dan yang lama." (ALKITAB TERJEMAHAN LAMA)

Dan BIBLE IN BASIC ENGLISH berkata begini:
And he said to them, For this reason every scribe who has become a disciple of the kingdom of heaven is like the owner of a house, who gives out from his store things new and old.
(BIBLE IN BASIC ENGLISH)

“For this Reason”, “Itu sebabnya”, dan “Sebab itu”, menunjuk kepada apa?

Kalau kita lihat ayat 44; jelas sekali Yesus menunjuk kepada total perubahan budi sang penemu harta terpendam. Atau ayat 47; yaitu suatu pembaharuan budi sang penemu mutiara.

Bahwa kita harus benar benar ‘menjual’ atau melepaskan pola pikir kita yang lama yaitu pola pikir yang hanya mementingkan 3 orang (Me, Myself and I); pola pikir yang selalu mengandalkan kuat gagah sendiri; atau pola pikir yang negative dan menomor duakan Tuhan kita.

Kita harus tinggalkan semua itu dan mengejar harta terpendam; mutiara yang paling berharga yaitu Kerajaan Surga.

Kalau boleh aku terjemahkan, Mat 13:52 bagi saya berkata seperti ini:
Lalu Yesus berkata,”Itu sebabnya mengapa kamu semua yang sudah menjadi anggota umat Allah, yang telah merasakan kebesaran kasih dan karuniaNya; haruslah menjadi seperti seorang tuan rumah yang merelakan segala miliknya untuk mengejar mahkota tertinggi yaitu Kerajaan Allah"

Suatu pembaharuan budi yang membuat kita selalu aware akan sekeliling kita dan menularkan kekristenan kita
Suatu pembaharuan budi yang membuat kita selalu berjaga-jaga akan iblis disekeliling kita (dalam doa bersama, komunitas, cell group)
Suatu pembaharuan budi yang membuat kita semakin intim dengan Tuhan kita (dalam doa pribadi).

Semua pengertian kita hendaknya diperbaharui bahwa hanya satu fokus yang ada; yaitu TUHAN saja.

So, sudahkah kita memiliki pengertian yang baru? Sebab dengan memiliki pengertian yang baru; dan kepercayaan kita maka akan banyak mujizat yang Tuhan lakukan di tengah-tengah kita.

Jangan sampai kita terbelenggu dengan pola pikir kita yang lama; yang dikuasai oleh luka hati masa kecil; dendam kepada orang lain atau pikiran yang alakadarnya (segitu cukuplah) saat kita melayani atau membagikan firman Tuhan.

Hendaknya kita berubah! Minta pembaharuan budi dari Yesus Tuhan kita; supaya kita tidak kecewa dengan dunia dan membatas mujizat Tuhan di tengah-tengah kita (Mat 13: 57-58)

Semoga anda diberkati

God Bless,
Kwang

Tuesday, August 01, 2006

Sometimes Knowledge Just Ain't Enough...

Sometimes Knowledge Just Ain't Enough...

Malaysia - 1 Agustus 2006

Tertawa aku saat mengingat kejadian lucu yang aku alami bersama dua hamba Tuhan kemarin. Memang benar kadang pengetahuan saja tidak cukup...

Teman baruku, seorang hamba Tuhan dari Bandung bernama Joshua - dengan panggilannya Ochi baru saja membeli sebuah MP3 player yang lumayan canggih. MP3 player ini dapat berfungsi sebagai FM radio modulator. Jadi kalau lagi di mobil; kita putar lagu dan set frekuensi radio di player tersebut; kita dapat memanfaatkan radio mobil kita untuk memutar lagu yang sama dengan menggunakan frekuensi tersebut.

Pendek kata, kemarin pagi saat bertemu dengannya; dengan sedikit panik dia mengatakan kalau paket yang diberikan padanya kurang sebuah kabel untuk menyambung alat MP3 tersebut ke pusat listrik (Power cable). Setelah aku check secara singkat aku juga menyetujui perkataannya. Kita butuh special cable untuk special USB port ini, kataku.

Waktu menunjukkan pukul 12.30 siang; persekutuan akan dimulai pukul 3 sore. Masih ada waktu kataku; kita ngebut saja ke Low Yat dan minta ganti yang baru. Ku tanya istriku, mau ikut ngga? mau katanya.

Tak lama kami sudah meninggalkan gedung gereja; Elsye, istriku iseng mengambil alat tersebut dan mengutak-atik sang MP3 player aneh itu. Tiba tiba dengan polosnya dia berkata; ini bisa kok alias cocok dengan power cablenya. Ternyata ada satu tombol yang harus di tekan sehingga USB portnya terbuka dan HALELUYA; ia cuma MP3 player biasa (tanpa special cable) hahahaha.

Malu dan lucu kami semua tertawa dan memuji istriku akan kesabaran dan ketelitiannya. Alhasil, kamu berempat tidak perlu ngebut ke Low Yat dan kembali ke gereja mempersiapkan acara selanjutnya.

Aku renungankan peristiwa sederhana ini. Memang benar seperti yang dikatakan dalam kitab Amsal bahwa "Orang yang sabar besar pengertiannya...".

Pelajaran buat aku yang kadang kala sering mengeluh atau marah bahkan kecewa jika sesuatu tidak terjadi sesuai rencanaku atau tidak sesuai dengan apa yang telah disetujui dengan teman-temanku walau sering sekali aku membaca firman Tuhan yang mengajarkan tentang kesabaran dan ketekunan.

Sometimes knowledge just ain't enough, kita musti PRAKTEK!

Jadi ingat sharing hamba Tuhan Nala Widya; sewaktu dia di singapore; lagi nunggu taksi di depan Rafless Hotel; setelah ngantri selama 30 menit; baru dapat gilirannya. Eh tau tau dia merasakan Roh KUdus menyuruh dia menoleh ke belakang. Menurut, dia menoleh dan melihat seorang ibu hamil. Dengan senyum dia bukakan pintu taksi dan meminta si ibu masuk ke dalam. Sambil bengong; si ibu masuk; setelah masuk tetap bengong; tiba-tiba dia membuka jendela kaca taksi dan bertanya. "Are you christian?". Dengan sambil tersenyum hamba Tuhan itu berkata; Yes and God Bless you.

Aku bertanya kepada diriku sendiri, kalau aku mungkin cuek aja and pergi berlalu. Suruh nunggu 30 menit lagi? wahh ngga ada kesabarannya rasanya. Tapi dengan kesabaran, kita udah menularkan kekristenan kita. Dengan merelakan taksi kita udah mencerminkan sikap Tuhan kita.

Semoga anda semua yang membaca juga diberkati secara melimpah; panjang sabar dan saling membantu.

Ef. 4:2 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.

God Bless,
Kwang